JENEWA, KOMPAS.com – Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyebut bahwa 2022 adalah tahun yang sangat buruk berdasarkan analisis yang dilakukan selama berbulan-bulan.
Sepanjang 2022, terjadi berbagai bencana menghantam seluruh dunia mulai dari banjir bandang, kekeringan, dan gelombang panas. Bencana tersebut menelan biaya senilai milaran dollar AS.
Selain itu, tingkat panas dan keasaman lautan global mencapai rekor tertinggi. Es di Antartika dan gletser Pegunungan Alpen Eropa mencapai rekor terendahnya.
Baca juga: Mengenal Emisi Gas Rumah Kaca yang Sumbang Laju Pemanasan Global
WMO melaporkan analisisnya tersebut dalam laporan berjudul State of Global Climate 2022 yang dirilis pada Jumat (20/4/2023), sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Di samping itu, ketinggian air laut global juga semakin tinggi. Jumlah karbon dioksida dan metana penyebab efek rumah kaca mencapai rekor tertingginya.
Gletser kunci yang digunakan para ilmuwan sebagai pemeriksaan kesehatan untuk dunia menyusut lebih dari 1,3 meter hanya dalam satu tahun.
Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas dalam konferensi pers mengatakan, permukaan laut sekarang naik sekitar dua kali lipat dari tingkat yang terjadi pada 1990-an.
Baca juga: Kondisi Inggris dan Eropa Sangat Panas akibat Pemanasan Global
Lautan dapat naik lagi setengah meter hingga satu meter pada akhir abad ini karena lebih banyak es yang mencair.
Taalas menyampaikan, tren buruk ini dapat berlanjut hingga tahun 2060-an meskipun sudah ada upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dia menambahkan, upaya untuk mencegah pencairan gletser dan kenaikan permukaan sudah terlambat. Delapan tahun terakhir adalah delapan tahun terpanas yang tercatat secara global.
Inggris, Perancis, Irlandia, Portugal, Spanyol, Belgia, Luksemburg, Italia, Jerman, Swiss, dan Selandia Baru mencatatkan tahun terpanasnya pada 2022.
Baca juga: Pegunungan Alpen Berubah Warna dari Putih Salju Menjadi Hijau Tumbuhan, Pemanasan Global Kian Gawat?
“Pada 2022, kekeringan terus-menerus di Afrika Timur, curah hujan tinggi di Pakistan, dan gelombang panas yang memecahkan rekor di China serta Eropa memengaruhi puluhan juta orang, mendorong kerawanan pangan, mendorong migrasi massal, dan menelan kerugian dan kerusakan miliaran dollar AS,” ucap Taalas.
Tahun lalu, China mengalami gelombang panas terpanjang dan terluas. Selain itu, suhunya juga sangat panas.
Kekeringan Afrika membuat lebih dari 1,7 juta orang mengungsi di Somalia dan Etiopia. Sementara banjir dahsyat di Pakistan membuat sekitar 8 juta orang mengungsi.
Baca juga: Siapa yang Diuntungkan dari Pemanasan Global?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.