KHARTOUM, KOMPAS.com – Tentara reguler Sudan dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) terlibat konflik berdarah untuk memperebutkan kekuasaan di negara tersebut.
Dilansir dari Reuters, Selasa (18/4/2023), pertempuran antara tentara Sudan dengan RSF menewaskan sedikitnya 185 orang dan melukai lebih dari 1.800 orang.
Di tengah kecamuk konflik, ada dugaan tentara bayaran Grup Wagner dari Rusia yang campur tangan dalam bentrokan berdarah di Sudan, sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Baca juga: Konflik Sudan Terus Berkecamuk, Kirim Bantuan Hampir Tidak Mungkin, RS Kritis
Kepala Departemen Riset Perdamaian dan Konflik di Universitas Uppsala, Ashok Swain, mengatakan bahwa Grup Wagner sangat mungkin terlibat dalan konflik di Sudan.
Ashok mengatakan, keterlibatan Grup Wagner dalam konflik di Sudan merupakan upaya kelompok tentara bayaran tersebut untuk mempertahankan kehadirannya dan melindungi kepentingan bisnisnya yang besar di Sudan.
“AS baru-baru ini menekan Dewan Kedaulatan yang berkuasa di Sudan untuk mengeluarkan kelompok tentara bayaran ini dari negara itu,” kata Ashok.
“Dengan demikian, Grup Wagner memiliki minat yang besar pada siapa yang memenangi pertarungan kekuasaan yang sedang berlangsung di negara ini,” sambung Ashok.
Baca juga: Ada Apa di Sudan dan Kenapa Terjadi Perang?
Berbeda dengan Ashok, penulis buku Russia in Africa, Samuel Ramadi, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Grup Wagner saat ini menempatkan diri dalam posisi yang lebih defensif.
Ramadi menambahkan bahwa Rusia mengikuti jejak banyak negara lain, seperti China, dalam menyerukan deeskalasi di Sudan.
“Mereka (Grup Wagner) tentu saja tidak mendapatkan lampu hijau dari Kremlin (Istana Kepresidenan Rusia) untuk memainkan peran yang lebih aktif, dan mereka mungkin akan bertahan untuk saat ini,” ungkap Ramadi.
Baca juga: Sudan Bergejolak, KBRI Pastikan WNI Aman
Kedutaan Rusia di Sudan mengungkapkan keprihatinannya mengenai konflik yang pecah antara tentara Sudan dengan RSF.
Kantor berita negara Rusia, RIA, melaporkan bahwa pihak keduataan menyerukan gencatan senjata dan negosiasi.
“Jelas, jika konflik meluas menjadi perang saudara dan aksi penambangan (Bos Grup Wagner Yevgeny) Prigozhin terancam, kita akan melihat peran militer yang lebih aktif,” kata Ramadi.
Ramadi mengatakan, Grup Wagner akan menghadapi dilema apakah akan mengarahkan pasukan menjauh dari perbatasan Sudan dengan Republik Afrika Tengah.
Baca juga: Sudah Tewaskan 97 Orang, Bentrok Militer dan Pasukan Paramiliter di Sudan Diminta Dihentikan
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.