NEW DELHI, KOMPAS.com - CEO Twitter Elon Musk mengatakan pada hari Rabu (12/4/2023) bahwa dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi ketika Twitter menghapus konten yang terkait dengan film dokumenter yang mengkritik Perdana Menteri Narendra Modi awal tahun ini.
Musk menambahkan bahwa beberapa peraturan terkait dengan konten media sosial cukup ketat di India.
Dilansir dari Reuters, pada bulan Januari, India memerintahkan pemblokiran film dokumenter BBC yang mempertanyakan kepemimpinan Modi selama kerusuhan Gujarat tahun 2002.
Baca juga: Elon Musk Disebut Segera Lengkapi Twitter dengan AI
Mereka menegaskan bahwa berbagi klip apa pun melalui media sosial pun dilarang.
"Pemerintah telah mengeluarkan perintah kepada Twitter untuk memblokir lebih dari 50 tweet yang terhubung ke video dokumenter tersebut," kata Kanchan Gupta, penasihat pemerintah.
"Meskipun BBC tidak menayangkan film dokumenter tersebut di India, video tersebut diunggah di beberapa saluran YouTube," tambah Gupta.
"Saya tidak mengetahui situasi khusus ini ... tidak tahu persis apa yang terjadi dengan beberapa situasi konten di India," kata Musk dalam wawancara dengan BBC yang disiarkan langsung di Twitter Spaces, ketika ditanya apakah situs tersebut menghapus beberapa konten atas permintaan pemerintah India.
"Aturan di India untuk apa yang bisa muncul di media sosial cukup ketat dan kami tidak bisa melampaui hukum negara," katanya.
Film dokumenter tersebut berfokus pada kepemimpinan Modi sebagai menteri utama negara bagian barat Gujarat selama kerusuhan tahun 2002 yang menewaskan sedikitnya 1.000 orang, kebanyakan dari mereka adalah Muslim.
Aktivis menyebutkan jumlah korban lebih dari dua kali lipat jumlah itu.
Baca juga: Kabar Baik, Populasi Harimau Liar di India Naik Lebih dari 3.000 Ekor
"Jika kami memiliki pilihan apakah orang-orang kami masuk penjara atau kami mematuhi hukum, kami akan mematuhi hukum," kata Musk.
Pengawasan peraturan India terhadap berbagai perusahaan teknologi AS seperti Twitter, WhatsApp dan Amazon, telah merusak lingkungan bisnis di pasar pertumbuhan utama, mendorong beberapa perusahaan untuk memikirkan kembali rencana ekspansi.
Pihak berwenang India di masa lalu telah meminta Twitter untuk menindaklanjuti konten seperti akun yang mendukung negara Sikh yang merdeka.
Baca juga: Pertama di Dunia, Pria India Terinfeksi Jamur Tanaman
Postingan lainnya juga diduga telah menyebarkan informasi yang salah tentang protes oleh petani, dan tweet yang mengkritik penanganan pemerintah terhadap pandemi Covid-19.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.