Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/04/2023, 10:15 WIB

KOMPAS.com - Ketika pemerintahan Joko Widodo sibuk melonggarkan regulasi tambang, investor Barat justru mencari mitra untuk penambangan ramah lingkungan. Strategi Jakarta berpotensi meredupkan minat pada potensi mineral nusantara.

Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia berambisi menjadi raksasa industri kendaraan elektrik. Logam bersifat lentur itu digunakan secara massal untuk memproduksi baterai dan teknologi ramah lingkungan yang lain.

Baca juga: Incar Rp 9,62 Triliun Lewat IPO, Perusahaan Boy Thohir Bangun Proyek Pemrosesan Nikel

Namun demi menjaring minta investor Barat, analis menilai Indonesia harus membenahi tata kelola tambang, yang selama ini menyisakan banyak kehancuran, terutama di pulau-pulau penghasil timah, dan memicu bencana lingkungan bagi warga lokal.

Dalam hanya tiga tahun, pemerintahan Joko Widodo menandatangani kerja sama produksi baterai dan kendaraan elektrik senilai 15 miliar dollar AS dengan perusahaan China dan Korea Selatan. Jokowi bahkan sempat melobi Elon Musk secara pribadi agar mau membangun pabrik baterai di tanah air.

Tapi ketika tekanan sosial akibat kerusakan lingkungan menguat, semakin banyak investor yang mengkhawatirkan reputasi jika berbisnis dengan mitra bermasalah.

Baca juga: Terbang ke AS, Jokowi Berencana Bertemu Elon Musk Bahas Nikel

Embargo bagi perusak lingkungan

Dalam hal ini, Danny Marks, asisten guru besar Studi Politik dan Kebijakan Lingkungan di Universitas Dublin City, menilai Indonesia harus banyak berbenah.

"Indonesia sebaiknya memetik pelajaran dari pengalaman pertambangan timah yang tidak hanya diwarnai kecelakaan fatal dan praktik buruh anak-anak, tapi juga merusak secara permanen lanskap di Kepulauan Bangka-Belitung,” kata dia dalam wawancara dengan Reuters.

"Produsen kendaraan elektrik tidak ingin rantai suplainya ternodai dengan cara serupa. Pemerintah Indonesia harus segera memperkuat kapasitas dan kapabilitas melindungi lingkungan, supaya masalah serupa tidak muncul dalam penambangan nikel," imbuhnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahul Gupta, dari lembaga konsultasi McKinsey di Singapura, mengatakan Indonesia cenderung menggaet investasi untuk produksi baterai dan peraktikan kendaraan elektrik. Adapun negeri jiran Vietnam dan Thailand fokus pada pasar elektrik roda dua.

Baca juga: Timah dan Nikel Ditemukan Dalam Darah Warga India yang Sakit Misterius

Reputasi hijau permudah investasi

Akan tetapi, metode penambangan nikel dan produksi baterai di Indonesia masih bersifat kaya emisi, karena antara lain digerakkan oleh pembangkit batu bara. Analis menilai, beban emisi dan kerusakan lingkungan di tingkat produksi akan menodai neraca iklim perusahaan asing seperti Tesla.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+