Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eko Setiadi
Analyst Energy

Profesional di sektor energi dengan pengalaman manajemen proyek, business planning, portfolio, risk management, dan policy

Satu Tahun Perang Rusia-Ukraina Mengubah Lanskap Energi Global

Kompas.com - 28/03/2023, 16:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERANG Rusia-Ukraina sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Namun, eskalasi konflik makin meningkat dan belum menunjukkan arah penyelesaian secara damai.

Dampak pada gangguan pasokan energi global dan lonjakan harga berbagai komoditas malah meningkatkan ketidakpastian ekonomi global.

IMF sudah mengeluarkan peringatan bahwa sepertiga ekonomi global akan mengalami resesi pada 2023 ini.

Dalam peta geopolitik energi global, Rusia memiliki peran strategis. Dengan produksi sebesar 10,94 juta barel per hari atau 12 persen produksi total dunia, Rusia merupakan produsen minyak terbesar ketiga dunia setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi sekaligus peringkat kedua pengekspor minyak mentah.

Rusia juga memiliki cadangan gas alam terbesar di dunia sekitar 48 triliun meter kubik, atau seperempat dari total cadangan dunia.

Sejak awal perang, Rusia menjadikan komoditas energi dan mineralnya menjadi senjata untuk menekan negara Uni Eropa yang cenderung mendukung Ukraina.

Hal ini secara eksplisit dinyatakan dalam dokumen Strategi Energi Federasi Rusia hingga tahun 2030, bahwa,“ekspor energi harus membantu mempromosikan kebijakan eksternal negara”.

Apalagi ketergantungan Eropa terhadap minyak dan gas bumi Rusia memang besar – Rusia memasok 27 persen kebutuhan minyak mentah dan 41persen gas alam ke Eropa.

Sebagai reaksi atas invasi Rusia membuat Uni Eropa menetapkan sanksi perdagangan terhadap Rusia. Sanksi yang dikeluarkan Uni Eropa mencakup berbagai aspek mulai dari keuangan, teknologi, industri, transportasi, berbagai komoditas penting, termasuk juga sanksi energi.

Salah satunya adalah larangan transportasi via laut untuk ekspor minyak mentah dan produk minyak bumi dari Rusia ke negara ketiga.

Rusia merespons sanksi ini dengan menghentikan gas alamnya ke Eropa dengan menutup aliran pipa gas utama Nord Stream-1 ke Jerman.

Selanjutnya, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa, G7 dan Australia (Price Cap Coalition) memutuskan penerapan pembatasan harga jual minyak Rusia dengan batas harga 60 dolar AS per barel, dengan tujuan menekan pendapatan dari ekspor minyak Rusia sekaligus mencegah lonjakan harga minyak dunia.

Ibarat permainan poker, Rusia memainkan kartu lainnya, membalas kebijakan pembatasan harga tersebut dengan memangkas produksi minyak mentah hingga setengah juta barel per hari mulai Maret tahun 2023.

Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak menyatakan keputusan memangkas produksi minyak tersebut akan membantu pemulihan hubungan pasar.

Upaya Rusia dalam mempertahankan perdagangan dan harga ekspor komoditasnya memiliki nilai strategis untuk mengamankan pendapatan nasional, untuk menopang pembiayaan perang.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com