BOGOTA, KOMPAS.com - Presiden Kolombia Gustavo Petro pada Minggu (19/3/2023) menangguhkan gencatan senjata dengan kelompok perdagangan narkoba terbesar di negaranya.
Dia menuduh kartel narkoba tersebut telah menyerang warga sipil.
"Saya memerintahkan pasukan keamanan untuk melanjutkan semua operasi militer terhadap Klan Teluk," katanya di Twitter.
Baca juga: Protes Perusahaan Minyak China di Kolombia Rusuh, 79 Polisi Disandera Warga Desa
"Saya tidak akan membiarkan mereka terus menebar kesusahan dan teror di masyarakat," tambah Petro, sebagaimana dikutip dari AFP.
Pemerintah Kolombia mengatakan, Klan Teluk berada di balik tindakan pelecehan dan serangan terhadap orang-orang di Kolombia barat laut selama dua pekan terakhir.
Tepat sebelum tahun baru 2022, Pemerintah Petro mengumumkan gencatan senjata bilateral dengan beberapa kelompok bersenjata, termasuk Klan Teluk, pemberontak Tentara Pembebasan Nasional (ELN), dan pembangkang mantan gerilyawan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC).
Itu adalah langkah pertama dalam rencana "perdamaian total" pemerintahan Petro untuk mengakhiri konflik bersenjata selama beberapa dekade melalui negosiasi dengan kelompok kriminal.
Keputusan Petro itu tampak berlawanan dengan pendekatan garis keras yang diambil oleh pendahulunya yang konservatif, Ivan Duque.
Baca juga: Kolombia Laporkan Ada Obyek Diduga Balon Mata-mata China di Wilayahnya
Namun, tidak lama berselang, kebijakan tersebut mengalami masalah.
ELN Marxis membantah telah menandatangani kesepakatan tersebut, sementara pemerintah mengeklaim telah terjadi banyak pelanggaran terhadap pakta tersebut oleh para pembangkang FARC.
Pemerintah Kolombia mengatakan Klan Teluk telah mendukung serangan oleh penambang emas ilegal sejak 2 Maret di wilayah Bajo Cauca di departemen Antioquia.
Pekerja di tambang ilegal telah memprotes penghancuran pemerintah atas alat berat yang mereka gunakan untuk mengeruk tanah untuk menemukan emas.
Penambang telah menutup jalan, menyerang balai kota dan bank di distrik Caucasia.
Menurut pihak berwenang, kelompok kriminal di Kolombia menghasilkan uang dari penambangan ilegal sebanyak yang mereka dapatkan dari perdagangan kokain.
Klan Teluk sendiri terdiri dari mantan paramiliter sayap kanan, yang dipecah dalam kesepakatan damai 2006 yang dinegosiasikan oleh presiden saat itu Alvaro Uribe.
Kesepakatan ini dianggap Petro sebagai kegagalan.
Menurut perkiraan resmi, Klan Teluk berada di belakang antara 30 dan 60 persen obat-obatan yang diekspor dari Kolombia, produsen kokain terbesar di dunia.
Partai oposisi dan beberapa ahli mengatakan pasukan keamanan berada pada posisi yang tidak menguntungkan dalam gencatan senjata dengan Klan Teluk dan pemberontak, dengan alasan bahwa hanya pihak pemerintah yang mengamati gencatan senjata.
"Tidak pernah ada gencatan senjata bilateral dengan Klan Teluk," kata mantan calon presiden sayap kanan Federico Gutierrez, dikutip dari AFP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.