TEHERAN, KOMPAS.com - Setelah kematian Mahsa Amini (22) saat ditahan polisi pada 2022 lalu, ribuan perempuan Iran turun ke jalan.
Mahsa ditangkap karena diduga mengenakan jilbabnya secara tidak benar.
Tapi ini bukan pertama kalinya kerumunan massa menentang keputusan Pemerintah Iran soal apa yang dikenakan perempuan dan bagaimana mereka harus bersikap.
Baca juga: Jurnalis Iran yang Wawancarai Ayah Mahsa Amini Dipenjara 2 Tahun tanpa Sidang Pengadilan
Pertemuan itu semestinya menjadi pertemuan kecil untuk merayakan Hari Perempuan Internasional, yang dipandang oleh pemimpin tertinggi Iran yang baru terpilih sebagai pengaruh Barat.
Namun yang terjadi justru demonstrasi besar-besaran.
Hanya 24 jam sebelumnya, penggagas Revolusi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, telah memberlakukan aturan baru, yakni semua perempuan harus mengenakan jilbab di tempat kerja.
Dalam pidatonya kepada ribuan pendukungnya di Kota Qom, dia mengatakan bahwa tanpa itu perempuan dianggap "telanjang" berdasarkan hukum syariah.
Lebih dari 10.000 perempuan dan laki-laki yang menentang keputusan itu turun ke jalanan Teheran pada 8 Maret, tepat pada peringatan Hari Perempuan Internasional, 1979.
"Hari itu dimulailah pertikaian antara Ayatollah dan kaum perempuan," kata Mehrangiz Kar (78), seorang pengacara dan aktivis hak asasi manusia terkemuka.
Baca juga: Pejabat Iran Akhirnya Mengaku Ratusan Orang Tewas dalam Kerusuhan Pasca-kematian Mahsa Amini
Pada pagi hari setelah pidato Khomeini, ribuan perempuan berkumpul di Fakultas Hukum Universitas Teheran.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.