Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Profesor Muda Universitas Cambridge, Baru Bisa Baca-Tulis Umur 18 Tahun

Kompas.com - 27/02/2023, 20:43 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

CAMBRIDGE, KOMPAS.com - Didiagnosis dengan autisme dan keterlambatan perkembangan umum di saat kecil, Jason Arday tidak bisa berbicara sampai usianya 11 tahun dan tak bisa menulis serta membaca hingga 18 tahun.

Kini di usia 37 tahun, dia akan menjadi pemuda kulit hitam pertama yang diberi gelar profesor di Universitas Cambridge.

Meski belum bisa berbicara, Jason kecil selalu memiliki pertanyaan tentang dunia di sekitarnya.

Baca juga: Bocah 8 Tahun Menjadi Orang Termuda yang Memanjat Tebing El Capitan Setinggi 900 Meter Lebih

"Mengapa ada orang yang tidak punya rumah dan hidup di jalan?" dia ingat pernah menanyakan itu. "Mengapa ada perang?"

Lahir dan besar di Clapham, di barat daya Kota London, Prof Arday yang seorang sosiolog berkata beberapa momen terpenting dalam hidupnya adalah menyaksikan Nelson Mandela dibebaskan dari penjara dan melihat kemenangan simbolis Afrika Selatan di Piala Dunia Rugby pada 1995.

Nelson Mandela adalah Presiden Afrika Selatan saat kapten timnas Francois Pienaar mencetak kemenangan di Piala Dunia Rugby 1995.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Nelson Mandela adalah Presiden Afrika Selatan saat kapten timnas Francois Pienaar mencetak kemenangan di Piala Dunia Rugby 1995.
Dia mengingat bagaimana dirinya sangat tergerak oleh penderitaan orang lain dan merasakan dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu.

"Saya berpikir, kalau saya tidak bisa menjadi pemain sepak bola atau pemain snooker profesional, maka saya akan mencoba menyelamatkan dunia," kata dia.

Ibu Jason berperan besar dalam mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuannya.

Dialah yang memperkenalkannya dengan berbagai macam musik dengan harapan ini akan membantu Jason dengan konseptualisasi bahasa.

Semua musik ini belakangan kemudian menarik minatnya akan budaya populer yang mewarnai beberapa penelitiannya.

Didukung oleh mentor, tutor sekolah, dan temannya Sandro Sandri, Prof Arday akhirnya mulai membaca dan menulis di usia akhir belasan tahun.

Dia lalu belajar Edukasi Fisik dan Studi Pendidikan di Universitas Surrey sebelum mengambil pelatihan untuk menjadi guru olahraga.

Baca juga: Profil Rishi Sunak: Cita-cita Jadi Jedi, PM Inggris Termuda dalam 2 Abad

Tumbuh di area yang relatif miskin kemudian bekerja sebagai guru sekolah, kata dia, telah memberinya pengalaman langsung dalam merasakan ketimpangan sistemik yang dialami anak-anak muda dengan etnis minoritas dalam pendidikan.

Prof Arday berkata, saat belajar untuk gelar PhD di malam hari dia menikmati kritikan yang ditujukan pada karya-karyanya.UNIVERSITY OF CAMBRIDGE via BBC INDONESIA Prof Arday berkata, saat belajar untuk gelar PhD di malam hari dia menikmati kritikan yang ditujukan pada karya-karyanya.
Di usia 22 tahun, Prof Arday tertarik dengan gagasan untuk menempuh pendidikan pascasarjana dan mendiskusikannya dengan sang mentor.

"Sandro berkata, 'Saya yakin kamu bisa--Saya yakin kita bisa mengalahkan dunia dan menang'," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com