BEIJING, KOMPAS.com - Setelah berpuluh-puluh tahun lamanya membatasi jumlah kelahiran melalui kebijakan satu anak, China kini kena batunya.
Saat ini, China menghadapi masalah serius berupa penurunan populasi. Pada 2022, untuk pertama kalinya dalam 60 tahun, populasi China mengalami penurunan hingga 850.000 jiwa.
Angka kelahiran yang menurun dan populasi yang menua juga menjadi ancaman demografi bagi ekonomi terbesar kedua di dunia ini.
Baca juga: 4 Wilayah China Alami Penurunan Populasi Asli, Kali Pertama dalam 60 Tahun
Di satu sisi, berbagai cara telah ditempuh China untuk menggenjot angka kelahiran, salah satunya adalah mengizinkan pasangan untuk memiliki tiga anak. Rupanya hal itu tidak cukup.
Satu provinsi di China, Sichuan, bahkan membuat aturan sendiri yang lebih ekstrem: punyalah anak sebanyak-banyaknya, termasuk bagi pasangan yang belum menikah. Dilansir dari New York Times, aturan tersebut berlaku efektif pada Februari ini.
Upaya-upaya lain sedang dilakukan seperti mendesak para mahasiswa untuk menyumbangkan sperma untuk membantu memacu pertumbuhan populasi serta rencana untuk memperluas cakupan asuransi nasional untuk program kesuburan, termasuk IVF.
Aturan-aturan tersebut menunjukkan upata terbaru dari China untuk mendapatkan bayi.
Baca juga: Lima Kebijakan Beberapa Negara untuk Tangani Populasi yang Menua
Tetapi langkah-langkah tersebut ditanggapi dengan gelombang skeptisisme, ejekan, dan perdebatan publik.
Banyak yang menganggap, upaya-upaya tersebut diambil demi mencegah penyusutan tenaga kerja yang dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi.
Banyak pemuda-pemudi China, yang lahir di era kebijakan satu anak, menolak memiliki bayi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.