Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produksi Opium Meningkat Tajam di Myanmar, Petani Tak Punya Pilihan

Kompas.com - 28/01/2023, 22:31 WIB
BBC News Indonesia,
Danur Lambang Pristiandaru

Tim Redaksi

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Produksi opium, yang merupakan bahan baku narkotika, meningkat tajam di Myanmar setelah sempat menurun selama tujuh tahun, kata Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

Angka produksi opium menyentuh hampir 795 metrik ton pada 2022, meningkat dua kali lipat dari 423 metrik ton pada 2021, yang merupakan tahun terjadinya kudeta militer di Myanmar.

PBB meyakini bahwa peningkatan produksi ini didorong oleh kesulitan ekonomi, sementara harga resin opium yang digunakan untuk membuat heroin justru meningkat.

Baca juga: Tanaman Opium di Myanmar Melonjak di Bawah Kekuasaan Militer

Kudeta di Myanmar telah menjerumuskan sebagian besar masyarakatnya ke dalam perang saudara berdarah, yang masih berlanjut sampai saat ini.

“Gangguan ekonomi, keamanan, dan tata kelola setelah pengambilalihan (kekuasaan oleh) militer pada Februari 2021 bercampur menjadi satu, sehingga petani-petani di daerah terpencil yang rawan konflik seperti di Shan utara dan di negara bagian yang dekat dengan perbatasan, tidak punya pilihan selain kembali ke opium,” kata Jeremy Douglas, perwakilan regional Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC).

Laporan yang dirilis pada Kamis (26/1/2023) menunjukkan bahwa perekonomian Myanmar dihadapkan pada guncangan eksternal dan domestik pada 2022, seperti yang terjadi pada perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan situasi politik tidak stabil dan inflasi melonjak.

Situasi itu memberi “insentif kuat” bagi petani untuk memperluas penanaman opium poppy.

Myanmar merupakan negara penghasil opium terbesar kedua di dunia setelah Afghanistan.

Baca juga: Kudeta Myanmar: Indonesia Akan Komunikasi Intens dengan Semua Pihak di Negara Itu untuk Selesaikan Konflik

Kedua negara tersebut menjadi sumber dari sebagian besar heroin yang dijual di seluruh dunia.

PBB memperkirakan nilai ekonomi Opium mencapai 2 miliar dollar AS (Rp 29,9 triliun), sedangkan perdagangan heroin di kawasan ini bernilai sekitar 10 miliar dollar AS (Rp 149,5 triliun).

Selama dilakukannya program substitusi tanaman dalam kurun satu dekade terakhir, disertai dengan meningkatnya peluang ekonomi di Myanmar, ada penurunan yang stabil dalam budidaya opium poppy.

Namun, survei opium tahunan yang dilakukan oleh PBB menunjukkan bahwa produksi opium di Myanmar kembali meningkat.

Baca juga: Perbatasan Utama Myanmar-China Akhirnya Dibuka Lagi Sebagian

Produksi opium pada 2022 mencatat rekor tertinggi sejak 2013, yang mencapai 870 metrik ton.

Sejak kudeta, PBB juga memantau peningkatan yang lebih besar lagi produksi obat-obatan sintetis.

Dalam beberapa tahun terakhir, obat-obatan sintetis telah menggantikan opium sebagai sumber pendanaan kelompok bersenjata di daerah perbatasan Myanmar yang dilanda perang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com