SOLO, KOMPAS.com - Sejak tahun 2002 warga keturunan Tionghoa di Indonesia boleh merayakan hari Imlek dengan terbuka, serta mempraktikkan budaya Tionghoa lainnya.
Salah satu aturan yang pernah diterapkan adalah keharusan untuk mengganti nama Tionghoa dengan nama Indonesia, meski sekarang tak lagi dilarang.
Handoko Widagdo (57) yang tinggal di Solo, Jawa Tengah mengalami masa perubahan nama tersebut ketika lahir di tahun 1965.
Baca juga: Sejarah Kenapa China Disebut Tiongkok di Indonesia
Nama aslinya adalah Khoe Kiem Hiat, nama yang dikenal dalam keluarga dan juga sampai sekolah, sebelum diganti dengan nama Handoko Widagdo.
Menurutnya selain karena aturan pemerintah keluarganya mengganti nama karena tekanan politik yang mereka alami.
"Ayah saya tinggal di pedesaan di Solo dan karena keturunan China dia kemudian dimasukkan sebagai golongan C, dengan kewajiban harus lapor dan di KTP-nya ditandai," katanya kepada ABC Indonesia.
Setelah peristiwa G30S di tahun 1965, mereka yang dianggap mendukung Partai Komunis Indonesia dimasukkan ke dalam berbagai golongan oleh pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Golongan C adalah mereka yang dianggap tidak terlibat secara langsung dalam peristiwa G30S namun dianggap mendukung.
"Jadi kami mengganti nama karena ada unsur takut dan tekanan politik. Karena ayah saya masuk golongan C, kami takut menggunakan nama Tionghoa akan semakin mempersulit kehidupan kami," katanya lagi.
Setelah berkeluarga, Handoko yang memiliki tiga orang anak kemudian melanjutkan tradisi memberi nama Indonesia kepada mereka.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.