Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Vevcani, Desa yang Berusaha Merdeka dari 2 Negara selama 50 Tahun

Kompas.com - 29/12/2022, 20:31 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

VEVCANI, KOMPAS.com - Meski populasinya hanya 2.400 orang, Vevcani telah berusaha memerdekakan diri dari dua negara berbeda selama lima dekade terakhir.

Hari itu adalah Hari Kemerdekaan di Republik Makedonia Utara, sebuah negara Balkan yang berbatasan dengan Yunani, Albania, Bulgaria, Serbia, dan Kosovo.

Di sepanjang tepian Danau Ohrid, bendera Makedonia Utara dengan gambar sinar matahari berwarna kuning cerah berkibar akibat hembusan angin yang menyapu Pegunungan Jablanica.

Baca juga: Kisah Pelabuhan Piraeus Yunani: Dikuasai Perusahaan China, Negara Tak Bisa Apa-apa

Band-band memainkan musik, rakia--brendi tradisional Makedonia Utara--terus mengalir, dan bir-bir dibuka untuk merayakan kemerdekaan dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia pada 1991.

Perjalanan saya kebetulan bertepatan dengan perayaan tahunan itu.

Saya kemudian bertolak ke Vevcani, sebuah desa dengan sejarah kemerdekaan yang menarik, namun tidak banyak diketahui orang-orang.

Bus saya berangkat meninggalkan pesta pora di tepi danau, lalu berbelok ke kaki pegunungan yang berbatasan dengan Albania.

Ketika kami memasuki wilayah desa, ada beberapa tanda-tanda suasana pesta.

Bendera Makedonia Utara berkibar di luar gedung pemerintah setempat, namun bendera itu bukan satu-satunya. Di sebelahnya, berkibar pula bendera yang belum pernah saya lihat sebelumnya.

“Itu adalah bendera Republik Vevcani,” kata Aleksandra Velkoska, mantan pemandu wisata yang kini bekerja untuk kota Vevcani.

“Kami tidak merayakan kemerdekaan (Makedonia Utara) hari ini. Vevcani memiliki kemerdekaannya sendiri untuk dirayakan.”

Mata air Vevcani menjadi bagian terpenting dari budaya dan sejarah masyarakat setempat.Bogoevski - Own work, CC BY 3.0 via BBC INDONESIA Mata air Vevcani menjadi bagian terpenting dari budaya dan sejarah masyarakat setempat.

Pada 1987, Vevcani pertama kali mengancam untuk memisahkan diri dari Yugoslavia.

Kemudian pada 1991, desa tersebut memproklamasikan dirinya sebagai republik merdeka hanya 11 hari setelah bekas Republik Yugoslavia Makedonia (sebutan untuk Makedonia Utara sebelumnya) mendeklarasikan kemerdekaannya ketika pecahnya Yugoslavia.

Pada 2002, semangat libertarian Republik Vevcani dihidupkan kembali oleh penduduk setempat sebagai negara negara mikro yang tidak biasa untuk menarik wisatawan dan mengolok-olok politik.

Mereka mengibarkan bendera “nasional” serta menerbitkan paspor dan mencetak mata uang sendiri.

Baca juga: Cerita Desa yang Matikan TV dan Internet Satu Jam Setiap Hari, Supaya Warga Saling Ngobrol

Upaya kemerdekaan Vevcani telah berlangsung selama berabad-abad.

Meski lokasinya hanya 20 menit berkendara dari Struga, kota terbesar di sisi utara Danau Ohrid, wilayahnya yang terisolasi di Pegunungan Jablanica membuat orang-orang Vevcani telah lama leluasa menegaskan otonomi mereka.

Secara tertulis, Vevcani adalah bagian dari kerajaan Makedonia, Romawi, Bizantium, dan Ottoman sebelum jatuh di bawah yurisdiksi Kerajaan Serbia, komunis Yugoslavia, dan kini Makedonia Utara.

Tetapi Velkoska menjelaskan kepada saya bahwa Vevcani tidak pernah benar-benar ditaklukkan.

“Kami sangat tradisional di Vevcani,” kata Velkoska sambil memandu saya mendaki bukit ke Gereja St Nicholas.

Dari bukit itu, kami melihat desa-desa tetangga, di mana menara di lereng gunung di sekitarnya memantulkan sinar matahari.

“Selama era Ottoman, kami mempertahankan budaya dan agama Ortodoks kami, meskipun desa-desa di sekitar dihuni Muslim.”

Dari akhir abad ke-14 hingga 1912, wilayah itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman, yang ibu kotanya berada di wilayah yang sekarang Istanbul.

Sekitar 33 persen dari populasi makedonia Utara saat ini adalah Muslim, dengan warisan Ottoman yang sangat kuat dan berbatasan dengan dua negara dengan mayoritas penduduk Muslim, yakni Albania dan Kosovo.

Vevcani bisa dibilang merupakan kantong Kristen Ortodoks di wilayah mayoritas Muslim.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com