Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Vevcani, Desa yang Berusaha Merdeka dari 2 Negara selama 50 Tahun

Kompas.com - 29/12/2022, 20:31 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Gereja St Nicholas berdiri pada 1824. Dengan mural-mural dan lukisan di dalamnya, Velkoska memperkenalkan saya kepada pengurus gereja, Lambe Shubanoski, yang menjelaskan bagaimana Vevcani memiliki kebebasan beragama yang cukup baik di era Kekaisaran Ottoman.

Baca juga: Unik, Desa di India Hidup dengan Jam Berlawanan Arah

Saat Velkoska memandu saya lebih jauh ke desa, dia menjelaskan bagaimana sejarah ketidaktundukan Vevcani di pemerintahan Ottoman telah menginspirasi perlawanan selama era komunis setelah Perang Dunia Kedua. Saat itu, wilayah ini menjadi bagian dari Republik Sosialis Makedonia, satu dari enam republik di dalam Yugoslavia.

“Selama masa komunis, pemerintah mencoba menghentikan tradisi kami,” katanya.

“Mereka tidak mengizinkan pernikahan atau pembaptisan tradisional, tapi nenek dan ibu kami masih melakukannya secara diam-diam.”

Penduduk setempat juga menggunakan dialek Slavia yang unik yang tidak ditemukan di tempat lain di negara ini.

Setiap Januari, desa ini menyelenggarakan karnaval berusia 1.400 tahun yang menarik ribuan pengunjung dari seluruh Balkan untuk melihat orang-orang bersuka cita mengenakan kostum dan topeng yang khas.

Di pusat desa itu terdapat mata air Vevcani.

“Mata air adalah bagian terpenting dari budaya dan sejarah kami,” kata dia, ketika kami menyeberangi jembatan kecil dan menyusuri tepi sungai menuju sumber mata air alami Vevcani.

Sumber mata air itu tersembunyi di sebuah gua yang gelap, jalur masuknya sangat asri. Mata air itu lah yang mengalir ke dasar sungai.

“Hampir semua perayaan dan ritual diadakan di sini. Itu sebabnya orang-orang sangat marah ketika pemerintah Yugoslavia mencoba mengambil air kami.”

Pada Mei 1987, orang-orang Vevcani bangkit untuk memprotes rencana pemerintah Yugoslavia menyalurkan air dari mata air itu ke vila-vila baru yang dibangun di Danau Ohrid untuk para elite komunis.

Sebagai respons, penduduk desa menghabiskan musim panas dengan membangun barikade, memprotes, dan mengancam memisahkan diri sebagai Republik Vevcani yang merdeka.

Darurat Vevcani kemudian berlangsung selama tiga bulan.

Baca juga: Oymyakon Desa Terdingin yang Dihuni Manusia: Suhu -66 Derajat Celsius, Warga Makan Makanan Beku

Pemerintah merespons dengan serius. Polisi khusus bersenjata pentungan dikirim untuk mengatasi pemberontakan.

Meski demikian, pemerintah mundur lebih dulu. Darurat Vevcani pun menjadi salah satu contoh perlawanan massal pertama yang berhasil menentang pemerintah Yugoslavia.

Banyak warga Vevcani terus memprotes selama empat tahun berikutnya di Skopje dan Belgrade untuk meminta pertanggungjawaban otoritas atas penangkapan dan korban-korban yang terluka.

Saya mempelajari lebih banyak hal mengenai kemandirian masyarakat Vevcani ketika mampir untuk makan siang di Restoran Kutmicevica.

“Apakah kamu punya paspor?” tanya pemilik restoran, Nasto Bogoeski, begitu kami duduk dan hendak memesan makan.

Yang dia maksud bukanlah paspor Inggris saya, namun paspor merah versi Republik Vevcani. Dia tampak senang melihat bahwa saya telah memilikinya, lengkap dengan cap tanggal masuk dari kios suvenir di dekat mata air.

Bogoeski memberi tahu saya bahwa dia dilatih untuk menjadi polisi di Skopje selama darurat Vevcani.

Meski begitu, dia mengatakan dia berada di sana dalam semangat, dan telah mendukung Republik Vevcani sejak saat itu.

Ketika pensiun dari kepolisian pada tahun 2000-an, Bogoeski membuka restoran ini.

Restoran itu menyajikan beragam makanan khas lokal seperti gjomleze (sejenis pai yang dimasak lama), keju domba, dan sayuran panggang yang disajikan dengan saus bawang putih.

Semua makanan itu disajikan oleh koki-koki Vevcani, sedangkan Bogoeski menghibur para turis dan pelancong dengan cerita-cerita soal Republik tercintanya.

Saat dia menuangkan Rakia ke gelas saya, Bogoeski menjelaskan apa yang terjadi di Vevcani ketika Yugoslavia mulai terpecah belah pada 1990-an.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com