Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanda Tidak Sebut Indonesia dalam Permintaan Maaf Perbudakan Masa Kolonial

Kompas.com - 21/12/2022, 17:31 WIB
BBC News Indonesia,
Danur Lambang Pristiandaru

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa pihak mempertanyakan mengapa Indonesia tidak masuk dalam permintaan maaf Pemerintah Belanda atas perbudakan yang dilakukan selama masa kolonial di tujuh wilayah bekas koloni di Amerika Selatan dan Karibia.

Ahli sejarah mengatakan perbudakan bangsa Belanda terhadap penduduk Indonesia ada, meski jumlahnya sedikit. Untuk itu, permintaan maaf dianggap perlu.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri hanya memberi jawaban singkat ketika dimintai tanggapan BBC soal permintaan maaf Belanda atas perbudakan di masa kolonial, meski tidak secara eksplisit menyebutkan Indonesia.

Baca juga: Ini Bentuk Perbudakan Belanda di Indonesia pada Masa Kolonial

“Terkait perkembangan ini masih dimintakan masukan dari KBRI di Den Haag. Nanti dikabari lebih lanjut,“ kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada BBC News Indonesia, Selasa (20/12).

Politikus PKS yang menaruh perhatian pada isu Hak Asasi Manusia Muhammad Nasir Djamil mengatakan langkah Kementerian Luar Negeri yang meminta saran KBRI itu sudah benar. Akan tetapi momen ini tidak bisa dilewatkan begitu saja karena berdasarkan sejarah, perbudakan oleh Belanda juga terjadi di Indonesia.

“Sebaiknya memang pemerintah Indonesia memanggil tokoh-tokoh bangsa untuk meminta pendapat. Ada banyak ahli-ahli sejarah di Indonesia ini terkait bagaimana mereka melihat kolonialisme masa lalu. Dari situlah kemudian diberi satu kesimpulan dan itulah yang menjadi sikap pemerintah Indonesia,“ kata Nasir.

Dia menyarankan pemerintah bersikap tegas dan menolak permintaan maaf untuk menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Belanda kala itu tidak dibenarkan dan mengangkangi hak asasi manusia.

Meski Indonesia tidak disebut secara eksplisit dan tidak mendapat kunjungan resmi dari Pemerintah Belanda dalam hal ini, para ahli sejarah menyebut perbudakan oleh Belanda juga terjadi di Indonesia pada waktu itu. Oleh sebab itu, Belanda perlu meminta maaf, tapi dengan catatan.

Baca juga: Belanda Minta Maaf atas Perbudakan di Masa Kolonial, Hampir Setengah Penduduk Tak Dukung

Permintaan maaf harus tepat

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas 250 tahun keterlibatan Belanda dalam perbudakan, menyebutnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas 250 tahun keterlibatan Belanda dalam perbudakan, menyebutnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Ahli sejarah dari Universitas Indonesia (UI) Bondan Kanumoyoso mengatakan perbudakan oleh Belanda juga terjadi di Indonesia pada kala itu.

Praktik-praktik perbudakan terjadi di kota-kota pelabuhan yang mereka koloni, seperti Batavia, Makassar, dan Ambon, dan itu pun menggunakan struktur perbudakan yang sudah ada sebelumnya di Indonesia, berbeda dengan yang dilakukan di Suriname dan koloni di wilayah Amerika lainnya.

Bondan menjelaskan di Indonesia perbudakan adalah suatu sistem untuk mendatangkan tenaga kerja. Orang-orang yang kalah perang ditangkap dan dipekerjakan, berbeda dengan konsep budak orang Eropa yang menggunakan sistem rasialisme, sehingga bisa dibedakan antara budak dan majikan.

Dan pada kala itu, kata Bondan, perbudakan lebih banyak dilakukan oleh penduduk Indonesia sendiri karena dari segi jumlah orang Belanda hanya 2,5 persen dari penduduk Batavia.

Meski demikian, Bondan menekankan permintaan maaf itu tetap perlu dilakukan karena dengan perbudakan, Belanda sudah melakukan kejahatan.

Baca juga: Belanda Resmi Minta Maaf atas Perbudakan 250 Tahun di Masa Kolonial

Namun, permintaan maaf itu harus dilakukan secara hati-hati karena perbudakan tidak dialami seluruh bangsa Indonesia dan itu tidak bisa digeneralisasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com