Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita WNI Pemetik Buah di Inggris Terlilit Utang untuk Bayar Broker: Saya Malu

Kompas.com - 09/12/2022, 10:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

“Kadang-kadang saya tidak punya cukup makanan untuk saya karena yang bisa saya pikirkan hanyalah saya harus membayar hutang saya,” tambah Agung.

Pada September, Agung diberhentikan karena mendapat tiga peringatan karena dianggap terlalu lambat.

Baca juga: Pemetik Buah Asal Indonesia di Australia Merasa Upah per Jam Lebih Manusiawi

Selama dua bulan bekerja, Agung hanya menghasilkan sekitar 1.500 pound Britania (sekitar Rp28,6 juta).

“Keluarga saya sangat membutuhkan uang. Apa yang saya dapatkan tidak cukup untuk membantu mereka,” kata dia.

Dia membayar transportasinya sendiri ke Kent dan mulai memetik apel di pertanian lain. Namun pada awal November pekerjaan itu terhenti karena sudah tidak ada lagi buah yang bisa dipetik.

Dia kemudian pindah ke London dengan seorang teman dan berhasil menyewa kamar. Dia sempat memiliki pertimbangan apakah akan mengambil risiko berkecimpung di pasar gelap atau terbang pulang lebih awal.

Dia mengatakan dia masih berutang lebih dari 1.700 pound Britania (Rp32,4 juta) di rumah dan dikenakan bunga 3 persen sebulan.

“Saya merasa beberapa perlakuan sangat tidak adil. Tidak ada lagi pekerjaan tapi kami masih terlilit hutang,” ucap Agung.

Ross Mitchell, direktur pelaksana Castleton Fruit, mengatakan bahwa perkebunan tersebut memiliki prosedur disipliner, seperti yang dilakukan semua pemberi kerja untuk menangani masalah terkait kinerja yang diaudit setiap tahun dan diatur secara ketat.

Dia mengatakan kesejahteraan pekerja adalah hal yang "paling penting".

Mitchell menyebut dari hampir 1.000 orang yang dipekerjakannya setiap tahun, lebih dari 70 persen kembali.

Baca juga: Curhat Pemetik Buah Asing di Australia: Seperti Perbudakan Modern

Dia menambahkan bahwa 106 orang Indonesia yang datang ke pertanian tahun ini bekerja rata-rata 41,81 jam, dengan rata-rata gaji kotor mingguan sebesar 450,68 pound Britania atau sekitar Rp8,6 juta (sebelum biaya seperti akomodasi dibebankan) dan 70 orang masih di Castelton.

Mitchell mengaku prihatin tentang pembayaran yang diminta oleh agen pihak ketiga kepada para pekerja.

Pihaknya mengandalkan agen yang disetujui untuk melakukan uji tuntas guna memastikan bahwa para pekerja tidak membayar biaya yang berlebihan.

Mitchell mengaku pertama kali mengetahui kasus yang dialami para pekerja Indonesia yakni begitu mereka tiba di pertanian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com