Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Piala Dunia 2022: Benarkah Sepak Bola Jerman Sudah Akui LGBTQ?

Kompas.com - 06/12/2022, 09:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Editor

Penulis: DW/Oliver Pieper

BERLIN, KOMPAS.com - Timnas sepak bola Jerman banyak dicibir ketika mengampanyekan pengakuan bagi minoritas seksual pada Piala Dunia 2022 di Qatar.

Sebenarnya sudah sejauh apa pencapaian Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) dalam menjamin hak LGBTQ di dalam negeri mereka?

Ketika tim nasional sepak bola Jerman menghadapi Kosta Rika di babak penyisihan grup di Doha, Qatar, Sven Kistner tidak sejenak pun menonton jalannya pertandingan.

Baca juga: Piala Dunia: Aksi Pemain Timnas AS Peluk Pemain Iran yang Kalah Tuai Pujian

Bagi penggemar berat sepak bola sepertinya, aksi boikot terhadap Piala Dunia 2022 di Qatar adalah sebuah pengorbanan.

“Kami, suporter dari kalangan queer, sudah merasa pemilihan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia sebagai ide gila demi uang,” kata Kistner kepada DW.

“Terutama dengan tingginya angka pelanggaran HAM di Qatar, entah itu terhadap buruh migran, perempuan, dan tentu juga terhadap komunitas queer,” tambahnya.

Selama 15 tahun terakhir, Kistner berkampanye untuk membuat sepak bola kian ramah bagi kaum LGBTQ.

Pada 2006, dia ikut mendirikan Queerpass Bayern, klub suporter pertama bagi kaum gay dan lesbian di Bayern München, ketika yel-yel homofobia masih sering bergema di dalam stadion.

“Jumlahnya sudah banyak berkurang selama 15 tahun terakhir,” kata Kistner.

“Insiden homofobia sekarang sifatnya individual. Butuh waktu untuk sampai ke sana, dan sangat naif untuk menuntut negara lain berbuat serupa,” terang dia.

Kistner juga menggalang jejaring dengan suporter LGBTQ lain di Eropa.

Mereka ingin agar minoritas seksual lebih dilibatkan dalam aktivitas di dalam dan luar stadion.

Baca juga: Warga Iran Ditembak Mati Aparat Saat Rayakan Kekalahan dari AS di Piala Dunia Qatar

Inisiatif federasi DFB

Bersama Christian Rudolph, Federasi Sepak Bola Jerman, DFB, kini memiliki pusat keragaman seksual dan gender.

Lembaga itu dibentuk dengan kerja sama Asosiasi Lesbian dan Gay di Jerman pada awal 2021 silam.

Bersamanya, DFB terlibat aktif merayakan Pride Month atau mengkampanyekan pengakuan bagi minoritas seksual di sela-sela pertandingan.

“Pencapaian besar lain adalah impelementasi hak bermain bagi atlet trans atau nonbiner, yang kini berlaku secara nasional,” kata Rudolph.

Menurut dia, hal itu adalah langkah penting.

“Kami tidak menyangka akan mendapat sambutan sebesar itu ketika berdialog dengan anggota timnas saat persiapan menuju Qatar,” jelas Rudolph

Namun demikian, dia meyakini masih banyak ruang untuk pengakuan yang lebih besar bagi minoritas seksual.

Baca juga: Parlemen Rusia Sahkan UU Anti-LGBT, Begini Aturan dan Sanksinya

“Saya bisa melihat bagaimana Premier League di Inggris atau liga sepak bola Amerika Serikat sudah jauh lebih maju,” ujarnya.

“Di sana, seisi liga berpartisipasi dalam Pride Month,” tambah Rudolph.

Di Eropa, pemain gay satu persatu membuka diri. Jake Daniels yang bermain di klub Blackpool, menjadi atlet sepak bola pertama Inggris yang mengaku gay.

“Fenomena ini digerakkan oleh sikap manajemen dan suporter klub yang bersama-sama mendukung jejaring queer,” kata Rudolph.

“Klub yang berpartisipasi dalam Christopher Street Day atau yang mengunggah pesan pribadi,” imbuhnya, merujuk pada hari demonstrasi bagi minoritas seksual yang dirayakan setiap tahun.

Perubahan dimulai sejak dini

Rudolph adalah suporter klub amatir, Tennis Borussia Berlin, yang tidak jarang disambut dengan yel-yel homofobik ketika bertandang ke Chemnitz atau rival sekota, FC Dynamo.

Di liga bawah, kata dia, para pendukung tidak jengah melontarkan ujaran seksis atau kebencian terhadap perilaku homoseksual atau kaum queer.

“Sangat penting bagi kaum muda untuk mendapat penguatan di pusat-pusat kebugaran remaja, agar mereka bisa merasa percaya diri untuk menerima semua identitas seksual atau gender,” kata Rudolph.

“Tapi, kaum dewasa yang melatih mereka harus juga mendapat pelatihan, karena tidak cukup kita meyakinkan kaum muda, jika para pelatihnya masih tertinggal dalam mengakui hak dasar,” imbuhnya.

Baca juga: Parleman Rusia Loloskan RUU Larangan Promosi LGBT untuk Semua Usia

Menurut jajak pendapat terbaru, sebanyak 60 persen suporter sepak bola Jerman mendukung pengakuan bagi minoritas seksual.

Pencapaian tersebut ingin dirayakan ketika Jerman menjadi tuan rumah Piala Eropa, dua tahun ke depan.

“Kejuaraan Eropa pada 2024 nanti adalah kesempatan besar bagi kami untuk mengorganisir sebuah pesta, di mana semua orang benar-benar di sambut,” jelas dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Global
Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Global
Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Global
Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

Global
Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Global
Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Global
Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Global
WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

Global
TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

Global
Otoritas Palestina Umumkan Kabinet Baru, Respons Seruan Reformasi

Otoritas Palestina Umumkan Kabinet Baru, Respons Seruan Reformasi

Global
Kisah Kota Emas Gordion di Turkiye dan Legenda Raja Midas

Kisah Kota Emas Gordion di Turkiye dan Legenda Raja Midas

Global
Penembakan Massal Konser Moskwa, Apakah Band Picnic Sengaja Jadi Sasaran?

Penembakan Massal Konser Moskwa, Apakah Band Picnic Sengaja Jadi Sasaran?

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com