Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Pangkalan Militer AS di Okinawa Jepang dan Perubahan Pandangan Warganya karena China

Kompas.com - 05/10/2022, 22:02 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

TOKYO, KOMPAS.com - Selama beberapa dekade, penduduk Okinawa Jepang sangat menentang pangkalan militer AS yang tersebar di kawasan itu, tetapi pandangan yang menentang perlahan mulai berubah, didorong oleh ancaman militer dan tantangan ekonomi dari China.

Pangkalan tersebut sering dilihat sebagai beban yang tidak proporsional untuk wilayah paling selatan sub-tropis Jepang.

Okinawa terdiri dari 0,6 persen dari wilayah kepulauan Jepang tetapi menampung 70 persen dari tanah yang digunakan untuk pangkalan AS, dan lebih dari setengah dari 50.000 pasukan yang ada.

Baca juga: Pasukan AS Jadi Sumber Lonjakan Infeksi Covid-19 Jepang, Pangkalan Militer Dibatasi Ketat

Kejahatan, kecelakaan, dan polusi yang terkait dengan pangkalan AS tersebut merupakan penyebab utama keberatan yang disuarakan 1,5 juta penduduk Okinawa.

Tetapi dengan Okinawa sekarang menjadi garis depan dalam konfrontasi yang berkembang antara China dan sekutu regional AS, pangkalan-pangkalan itu semakin penting bagi strategi pertahanan Amerika dan Jepang.

"Okinawa telah diberi beban yang berlebihan," kata Ryo Matayoshi, 39 tahun, seorang anggota dewan kota di kota Ginowan, Okinawa sebagaimana dilansir AFP pada Rabu (5/10/2022).

Tetapi lebih lanjut kata dia, "jika kita berpikir tentang keamanan Jepang dan Asia Timur, kehadiran pangkalan di Okinawa tidak dapat dihindari."

"Banyak orang dari generasi kita mengakui kenyataan itu."

Baca juga: Jepang Tambah Anggaran untuk Biayai Pangkalan Militer AS

Jepang telah lama waspada terhadap pertumbuhan militer China, tetapi taruhannya telah meningkat ketika Beijing mengeraskan retorikanya di Taiwan dan membuat Tokyo gusar dengan serangan di sekitar pulau-pulau yang disengketakan.

Pada Agustus, latihan China sebagai tanggapan atas perjalanan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan menyoroti masalah ini, dengan beberapa rudal mendarat di perairan dekat Okinawa.

"Reaksi China terhadap kunjungan Pelosi dan invasi Rusia ke Ukraina ... telah meningkatkan persepsi ancaman," kata Yoichiro Sato, seorang profesor dan pakar hubungan luar negeri di Ritsumeikan Asia Pacific University.

Kejahatan, kebisingan, polusi

Oposisi pangkalan militer AS berakar kuat di Okinawa, yang merupakan kerajaan merdeka sebelum aneksasi Jepang pada abad ke-19.

Tokyo menggunakannya sebagai wilayah penyangga untuk memperlambat pasukan AS selama Perang Dunia II dan lebih dari seperempat penduduk tewas dalam Pertempuran Okinawa 1945.

Pendudukan AS baru berakhir pada 1972, di bawah perjanjian bersama yang membuat pangkalan-pangkalan Amerika tetap ada.

Baca juga: Kenapa Pangkalan Militer di AS Jadi Target Konspirasi China Soal Asal-usul Covid-19?

Adapun kebisingan penerbangan yang terus-menerus, polusi, dan kejahatan telah membuat sentimen anti-pangkalan militer AS tetap kuat, menurut politisi dan aktivis perdamaian berusia 82 tahun Suzuyo Takazato.

Antara 1972 dan 2020, pemerintah Okinawa mencatat 582 kejahatan kekerasan yang melibatkan penduduk pangkalan AS, dan penculikan serta pemerkosaan seorang gadis berusia 12 tahun oleh tiga tentara AS pada 1995 menarik lebih dari 80.000 pengunjuk rasa.

Perjanjian yang mengatur pembatasan pasukan AS dari pengawasan hukum Jepang - (merupakan) titik sakit yang terus-menerus, kata Takazato.

"Ketika sebuah helikopter jatuh di Universitas Internasional Okinawa, tentara AS mengepungnya dan tidak mengizinkan pemeriksaan apa pun," katanya.

Dalam beberapa tahun terakhir, oposisi telah mengkristal di sekitar rencana relokasi pangkalan udara Futenma di Ginowan, kadang-kadang disebut pangkalan paling berbahaya di dunia karena kedekatannya dengan rumah penduduk.

Baca juga: 50 Tahun Kembalinya Okinawa dari Cengkeraman AS dan Serpihan Luka Lama

Pemerintah ingin pangkalan itu digeser ke utara ke Henoko yang kurang berpenduduk, tetapi penentang pangkalan menginginkan itu dihapus sama sekali.

Itulah posisi Gubernur Denny Tamaki, politisi anti-pangkalan militer AS terkemuka, yang baru-baru ini terpilih kembali.

Tetapi di tingkat lokal, kandidat yang didukung oleh Partai Demokrat Liberal (LDP) yang pro-pangkalan, partai yang berkuasa di Jepang, mendapatkan tempat, termasuk di daerah-daerah di mana Futenma dan Henoko berada.

'Realitas ekonomi'

Pergeseran tersebut mencerminkan masalah keamanan, tetapi juga tantangan keuangan, kata anggota dewan Matayoshi sebagaimana dilansir AFP pada Rabu (5/10/2022).

"Lebih dari sekadar berfokus pada pertanyaan tentang pangkalan ... orang-orang berkonsentrasi pada realitas ekonomi."

Okinawa adalah prefektur termiskin di Jepang dan ekonominya yang bergantung pada turis terpukul keras oleh pandemi.

Jajak pendapat sebelum pemilihan kembali Tamaki menemukan bahwa ekonomi menjadi perhatian utama sebagian besar pemilih, dan bagian yang menyebut perubahan pada pangkalan sebagai prioritas utama mereka berubah dari 45 persen pada 2014 menjadi 32 persen tahun ini.

Baca juga: Tembakan Rudal Korut ke Jepang Picu Evakuasi, Kali Pertama sejak 2017

Pangkalan tersebut hanya menyumbang enam persen terhadap PDB Okinawa pada 2017 tetapi mereka membawa subsidi pemerintah yang menguntungkan.

Konservatif merayu pemilih Okinawa dengan memberi tahu mereka bahwa LDP "membawa manfaat itu dari daratan," kata Sato.

Politisi Takazato menunjukkan bahwa "tiga generasi telah tumbuh" dengan kehadiran AS, yang sekarang begitu mapan sehingga beberapa orang berpikir "mereka tidak punya pilihan selain menerimanya".

Tapi Matayoshi melihat ikatan nyata sedang dibangun, berkat jangkauan militer AS dan persahabatan antara Okinawa dan pasukan AS.

"Kami menjadi tetangga yang baik," katanya.

Meski demikian, sentimen anti-pangkalan tradisional membuatnya "sulit di Okinawa untuk menyatakan secara terbuka bahwa Anda menerima kehadiran mereka".

Tapi "Saya pikir kelompok yang menentang secara bertahap memudar".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com