Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/10/2022, 22:00 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

LIMA, KOMPAS.com - Bencana stadion terburuk di dunia terjadi di ibu kota Peru, Lima, pada 1964.

Lebih dari 300 orang tewas, namun cerita lengkapnya tidak diketahui dan mungkin tidak akan pernah.

"Polisi tidak melepas anjing mereka tetapi membiarkan mereka merobek pakaiannya," kenang Hector Chumpitaz, salah satu legenda sepak bola Peru, yang saat itu sedang bermain dan menyaksikan awal mula tragedi tersebut.

Baca juga: Mengenang Bencana Estadio Nacional Peru, Tragedi Sepak Bola Paling Mengerikan di Dunia, 300 Orang Tewas

"Orang-orang semakin terganggu dengan cara polisi membawa pergi seorang penonton yang menerobos ke lapangan. Itu membuat mereka marah. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya mereka mengeluarkan dia dari lapangan dengan cara yang damai, tetapi kita tidak bisa memikirkan itu sekarang," tambah dia.

Chumpitaz kemudian tampil lebih dari 100 kali bersama timnas Peru.

Ia menjadi kapten tim di Piala Dunia 1970 dan 1978, tetapi ia hampir berhenti bermain sepak bola setelah pertandingan bencana ini, pada awal karier internasionalnya.

Saat menjamu Argentina pada 24 Mei 1964, Peru sedang berada di urutan kedua dalam klasemen sementara turnamen kualifikasi Olimpiade grup Amerika Selatan.

Mereka cukup percaya diri. Namun lantaran Brasil menanti di pertandingan terakhir mereka, Peru perlu setidaknya hasil imbang melawan Argentina.

Stadion penuh sesak dengan kapasitas 53.000 orang, sedikit di atas 5% dari populasi Lima pada saat itu.

Baca juga: Soal Tragedi Kanjuruhan, Ini Pendapat Nugroho Setiawan, Satu-satunya Orang Indonesia Pemegang Lisensi FIFA Security Officer

"Meskipun kami bermain bagus, mereka memimpin," kenang Chumpitaz.

"Kami menyerang, mereka bertahan dan terus berlanjut sampai suatu saat bek lawan hendak membuang bola dan pemain kami, Kilo Lobaton, mengangkat kakinya untuk memblokir dan bolanya mental masuk ke gawang tetapi wasit mengatakan itu adalah pelanggaran, jadi golnya tidak sah. Inilah sebabnya para penonton mulai kesal," jelas dia.

Dengan cepat, dua penonton memasuki lapangan. Yang pertama adalah seorang petugas keamanan yang dikenal sebagai Bomba. Ia mencoba memukul wasit namun dihentikan oleh polisi dan diseret ke luar lapangan.

Orang kedua, Edilberto Cuenca, mengalami serangan brutal.

"Polisi kami sendiri menendangnya dan memukulinya seolah-olah dia adalah musuh. Inilah yang membangkitkan kemarahan semua orang, termasuk kemarahan saya," kata salah satu penggemar di Estadio Nacional hari itu, Jose Salas.

Dalam hitungan detik, massa melempar berbagai benda ke arah polisi. Beberapa puluh orang lagi berusaha mencapai lapangan. Membaca suasana hati, Salas dan teman-temannya memutuskan untuk pergi.

Baca juga: Media Asing: Tragedi di Stadion Kanjuruhan Salah Satu Bencana Sepak Bola Terburuk di Dunia

"Kami berlima menuruni tangga untuk turun ke jalan seperti yang dilakukan banyak orang lain, tapi pintu gerbang keluar ditutup," katanya.

"Jadi kami putar arah dan mulai naik tangga lagi, dan saat itulah polisi mulai melempar gas air mata. Waktu itu orang-orang di tribun berlari ke terowongan untuk menghindar sehingga terjadi desak-desakan," ucap Salas.

Salas berada di tribun utara, tempat jumlah tabung gas air mata paling banyak jatuh, antara 12 dan 20.

Salas merasa ia menghabiskan sekitar dua jam di antara kerumunan manusia yang perlahan-lahan menuruni tangga.

Kerumunan begitu padat, katanya, sehingga kakinya tidak menyentuh lantai sampai dia berakhir di bagian bawah, terperangkap dalam tumpukan mayat, beberapa hidup dan beberapa lainnya meninggal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com