Formulanya adalah pencegahan, bukan penindakan... dan ini di Indonesia harusnya bisa saja, tinggal kemauannya saja, dan didorong oleh political will.
Mungkin ada satu self-pride yang tidak pada tempatnya di antara para penyelenggara.
Kalau menurut kultur kita kan ini kan bukan bottom-up tapi top-down, jadi ya harus dari atas.
Mungkin instruksi presiden itu harus diterjemahkan dengan baik dalam rangka menciptakan situasi yang aman, dari atas harus menginisiasikan atau menginstruksikan perbaikan-perbaikan yang di-lead dari atas.
Sebenarnya penghentian pertandingan ini mungkin dilakukan yang pertama untuk melakukan penyelidikan. Apa penyebabnya dan bagaimana rekomendasinya.
Yang kedua, waktu penghentian ini seharusnya digunakan oleh semua pihak duduk bersama untuk merumuskan langkah-langkah perbaikan.
Satu contoh, tragedi di Heysel atau Hillsborough di Inggris.
Perdana Menteri Margareth Thatcher waktu itu menghentikan sepakbolah di Inggris selama 5 tahun.
Selama itu pemerintah dan semua stakeholder duduk bersama-sama menyusun sebuah undang-undang tentang supporter, bagaimana kenyamanan dan keselamatannya dipatuhi semua pihak.
Bagi saya penghentian ini bisa saja, tapi harus diisi dengan hal-hal yang bermakna.
Tentu saja badan independen ya. Bisa saja minta bantuan dari induk organisasi kita, kan ada AFC dan FIFA yang punya komite disiplin dan bisa juga membuat komite darurat karena ini fatality.
Bagi saya satu orang (tewas) saja sudah luar biasa apalagi ini sampai 100 orang lebih. Jadi harus badan yang lebih tinggi atau independen.
Tulisan ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC News.
Baca juga: Cara Australia Atur Penjualan Minuman Berkadar Gula
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.