Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Hal yang Akan Terjadi jika Putin dan Rusia Pakai Senjata Nuklir di Ukraina

Kompas.com - 24/09/2022, 13:24 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

MOSKWA, KOMPAS.com - Ancaman Presiden Vladimir Putin untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina jika integritas teritorial Rusia terancam, memicu diskusi mendalam di Barat tentang bagaimana tanggapannya.

"Mereka yang mencoba memeras kami dengan senjata nuklir harus tahu bahwa angin juga bisa berbelok ke arah mereka," kata Putin seraya menambahkan, "Ini bukan gertakan."

Namun, para analis belum yakin bahwa Presiden Rusia itu akan menjadi yang pertama melepaskan senjata nuklir sejak Amerika Serikat (AS) mengebom Jepang pada 1945.

Baca juga: Kenapa Nuklir Rusia Siaga Tinggi, Apa Tujuan Putin?

Berikut adalah prediksi dari kantor berita AFP yang berbicara dengan beberapa ahli dan ofisial terkait tentang kemungkinan skenario jika Rusia melakukan serangan nuklir di Ukraina.

1. Seperti apa bentuk serangan nuklir Rusia?

Foto handout ini diambil pada 6 Agustus 1945 oleh Angkatan Darat AS dan dirilis oleh Hiroshima Peace Memorial Museum, menunjukkan asap berbentuk jamur dari ledakan bom atom yang dijatuhkan dari B-29 Enola Gay di atas Kota Hiroshima. Pada 73 tahun lalu, Agustus 1945, AS menjatuhkan bom 'Little Boy' di Kota Hiroshima, Jepang, sebagai tahap akhir PD II yang menewaskan lebih dari 120.000 orang. Setelah Hiroshima, Kota Nagasaki menjadi sasaran berikutnya.AFP PHOTO/HIROSHIMA PEACE MEMORI Foto handout ini diambil pada 6 Agustus 1945 oleh Angkatan Darat AS dan dirilis oleh Hiroshima Peace Memorial Museum, menunjukkan asap berbentuk jamur dari ledakan bom atom yang dijatuhkan dari B-29 Enola Gay di atas Kota Hiroshima. Pada 73 tahun lalu, Agustus 1945, AS menjatuhkan bom 'Little Boy' di Kota Hiroshima, Jepang, sebagai tahap akhir PD II yang menewaskan lebih dari 120.000 orang. Setelah Hiroshima, Kota Nagasaki menjadi sasaran berikutnya.
Para analis mengatakan, Moskwa kemungkinan akan mengerahkan satu atau lebih bom nuklir di medan perang atau secara taktis.

Senjata-senjata ini kecil, mulai dari 0,3 kiloton hingga 100 kiloton daya ledak, dibandingkan 1,2 megaton hulu ledak strategis terbesar AS atau bom 58 megaton yang diuji Rusia pada 1961.

Bom taktis dirancang untuk berdampak terbatas di medan perang, dibandingkan senjata nuklir strategis yang dirancang untuk berperang dan memenangi perang habis-habisan.

Namum, kecil dan terbatas di sini artinya relatif. Bom atom yang dijatuhkan AS di Hiroshima pada 1945 hanya 15 kiloton, tetapi efeknya sangat menghancurkan.

2. Apa yang akan ditargetkan Rusia?

Menurut para pengamat, tujuan Rusia menggunakan bom nuklir taktis di Ukraina adalah untuk menakut-nakuti agar menyerah atau tunduk pada negosiasi dan memecah belah pihak Barat pendukung negara itu.

Mark Cancian, ahli militer di Program Keamanan Internasional CSIS di Washington memprediksi, Rusia kemungkinan tidak akan menggunakan senjata nuklir di garis depan.

Merebut 20 mil (32 kilometer) wilayah bisa membutuhkan 20 bom nuklir kecil, keuntungan yang tidak seberapa untuk risiko besar menggunakan senjata nuklir dan dampaknya.

"Hanya menggunakan satu tidak akan cukup," ujar Cancian.

Gambar yang dirilis oleh Rosatom, badan nuklir Rusia, memperlihatkan awan yang tercipta dari ledakan Bom Tsar, bom hidrogen yang menghasilkan ledakan nuklir terbesar di dunia, pada 30 Oktober 1961.YouTube/Rosatom via Daily Mail Gambar yang dirilis oleh Rosatom, badan nuklir Rusia, memperlihatkan awan yang tercipta dari ledakan Bom Tsar, bom hidrogen yang menghasilkan ledakan nuklir terbesar di dunia, pada 30 Oktober 1961.
Rusia malah dapat mengirim pesan kuat dan menghindari korban yang signifikan dengan meledakkan bom nuklir di atas air, atau meledakkannya di atas Ukraina untuk menghasilkan gelombang elektromagnetik yang akan melumpuhkan peralatan elektronik.

Atau, Putin dapat memilih kehancuran dan kematian yang lebih besar dengan menyerang pangkalan militer Ukraina, atau menghantam pusat kota seperti Kyiv sehingga menimbulkan korban massal dan mungkin membunuh pemimpin politik negara itu.

Skenario seperti itu "kemungkinan akan dirancang untuk memecah aliansi NATO dan konsensus global melawan Putin," tulis Jon Wolfsthal, mantan pakar kebijakan nuklir Gedung Putih, di Substack pada Jumat (23/9/2022).

Halaman:
Sumber AFP

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com