Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/08/2022, 23:01 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

KABUL, KOMPAS.com - Satu tahun yang lalu, Taliban mengambil alih Afghanistan di tengah kekacauan penarikan pasukan AS dan Inggris.

Sekarang kehidupan perempuan di seluruh negeri berubah drastis, dengan hak-hak dan kebebasan mereka dilucuti.

Perintah Taliban menolak pendidikan perempuan, memecat wanita dari pekerjaan mereka dan memaksa mereka terkurung di bawah “apartheid gender”.

Kepada Rukhshana Media, wanita di seluruh negeri itu pun menceritakan pengalaman hidup mereka setelah satu tahun pengambilalihan Taliban di Afghanistan.

Baca juga: Mantan Presiden Afghanistan Sebut Kesepakatan Trump dan Taliban adalah Bencana

Nafkah yang dirampas

Sampai Taliban mengambil alih kekuasaan, Maryam bekerja sebagai polisi. Suaminya telah meninggal, jadi dialah pencari nafkah utama untuk menghidupi kedua putrinya.

“Tadinya, saya dapat memenuhi butuhkan mereka. Sekarang saya kehilangan pekerjaan. Taliban memburu wanita yang bekerja di dinas keamanan. Saya masih takut mereka akan menemukan saya,” ujarnya sebagaimana dilansir Guardian pada Minggu (14/8/2022).

Selama tujuh bulan terakhir, dia terpaksa mengemis di jalanan untuk memberi makan anak perempuannya. Dia duduk sepanjang hari di jalan, ditutupi burqa sehingga tidak ada yang mengenalinya.

Suatu hari, dua anak laki-laki melemparkan beberapa koin ke arahnya. Salah satunya mengatakan dia adalah seorang pelacur.

“Saya pulang hanya dengan uang yang cukup untuk membeli dua potong roti untuk anak-anak saya, dan menangis sepanjang malam.” “Saya tak lagi mengenal jati diri saya.”

Baca juga: Mantan Presiden Afghanistan Sebut Kesepakatan Trump dan Taliban adalah Bencana

Sama halnya dengan Maryam, Khatera seorang seniman dari Herat juga telah terampas mata pencahariannya.

Sebelumnya, dia menginvestasikan lebih dari separuh hidupnya sebagai pembuat ukiran dan desain kayu tradisional. Sebagai satu-satunya pengukir wanita di wilayahnya, dia telah menciptakan lebih dari 1.000 karya seni.

Tapi sejak Taliban berkuasa, mereka membuat seni menjadi pekerjaan yang berbahaya, dan menjadi seorang seniman wanita bahkan lebih berbahaya lagi.

“Taliban mengatakan saya dapat melanjutkan ukiran saya, tetapi saya tahu itu tidak mungkin. Saya menyensor diri sendiri karena saya tidak merasa aman.”

Dia telah melelang sebagian besar peralatannya. Pelanggannya dari Iran justru menyuruhnya pindah ke Iran, di mana pekerjaannya akan dihargai.

“Tetapi saya memberitahu mereka: Saya akan tinggal di Afghanistan, suatu hari nanti segalanya mungkin berubah.”

Seorang pejuang Taliban berjaga di lingkungan Syiah Dasht-e-Barchi, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 7 Agustus 2022. AP PHOTO/EBRAHIM NOROOZI Seorang pejuang Taliban berjaga di lingkungan Syiah Dasht-e-Barchi, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 7 Agustus 2022.

Baca juga: Setahun Taliban Berkuasa, Ini Rentetan Hak-hak Perempuan Afghanistan yang Direnggut

Halaman:
Sumber Guardian
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com