FUKUSHIMA, KOMPAS.com - Regulator nuklir Jepang pada Jumat (22/7/2022) secara resmi menyetujui rencana pembuangan lebih dari satu juta ton air olahan limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN Fukushima ke laut.
Rencana tersebut juga didukung oleh Badan Energi Atom Interasional (IAEA), tetapi operator PLTN Fukushima yaitu TEPCO masih harus menenangkan warga yang menolak keras sebelum melanjutkan prosesnya.
Pemerintah Jepang akan memastikan keamanan air olahan limbah PLTN Fukushima serta kegunaan dan transparansi penanganannya.
Baca juga: Pembangkit Nuklir Fukushima 11 Tahun Pasca-tragedi Ledakan, Masih Berbahayakah?
Sistem pendingin di PLTN Fukushima rusak akibat tsunami yang dipicu gempa bawah laut pada 11 Maret 2011, dan menyebabkan kecelakaan nuklir terburuk sejak Chernobyl.
Upaya penonaktifan sedang berlangsung dan diperkirakan memakan waktu 40 tahun. Saat ini salah satu prioritasnya adalah memindahkan bahan bakar cair dari reaktor yang rusak.
Setiap hari, PLTN Fukushima menghasilkan 140 meter kubik air yang terkontaminasi, campuran dari air tanah, air laut, air hujan yang merembes ke area tersebut, dan air yang digunakan untuk pendinginan.
Air itu kemudian disaring untuk menghilangkan berbagai unsur radionuklida dan dipindahkan ke tangki penyimpanan, tetapi kini sudah terisi 1,29 juta ton dan ruang penyimpanannya diperkirakan akan habis sekitar satu tahun lagi.
TEPCO juga berencana mengencerkan air untuk mengurangi kadar tritium, dan membuangnya ke lepas pantai selama beberapa puluh tahun melalui pipa bawah air sepanjang satu kilometer.
Baca juga:
Adapun IAEA berujar, pembuangan air olahan limbah PLTN Fukushima ini akan berlangsung bertahun-tahun dan paling cepat dimulai pada musim semi 2021 untuk memenuhi standar internasional. Mereka mengeklaim tidak akan menyebabkan kerusakan lingkungan.
Namun, komunitas nelayan lokal yang sudah menderita setelah kecelakaan nuklir khawatir, konsumen akan kembali menolak produk mereka jika air olahan limbah PLTN Fukushima dibuang ke daerah tersebut.
Ada juga kritik dari negara-negara tetangg Jepang yaitu Korea Selatan dan China, serta kelompok pencinta lingkungan seperti Greenpeace.
Gempa Jepang 2011 menyebabkan sekitar 18.500 orang tewas atau hilang. Sebagian besar meninggal karena tsunami.
Sekitar 12 persen wilayah Fukushima pernah dinyatakan tidak aman, tetapi zona larangan bepergian sekarang tinggal mencakup sekitar dua persen.
Meski demikian, populasi di banyak kota wilayah Fukushima tetap jauh lebih rendah daripada sebelumnya.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa dan Tsunami Tohoku Bikin Jepang Tertunduk Lesu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.