Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Jasa Shinzo Abe

Kompas.com - 12/07/2022, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WARGA Jepang masih berkabung. Seorang pemimpin bangsanya meninggal pada Jumat (8/7/2022) lalu, karena ditembak mantan anggota Self-Defense Force (SDF), Angkatan Bela Diri Jepang.

Shinzo Abe adalah perdana menteri terlama yang berkuasa di Jepang, delapan tahun tanpa jeda (2012-2020).

Ia mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri (PM) karena sakit pencernaan yang muncul kembali beberapa bulan sebelumnya, setelah berkonsultasi dengan dokter.

Ia menyatakan tidak ingin mengambil keputusan penting dalam keadaan sakit. Lama sebelumnya ia sudah menderita sakit yang sama sehingga dapat dimengerti bagaimana kondisi badannya akan dapat memengaruhi pikiran dan perasaannya.

Kepemimpinan Abe

Shinzo Abe dikenal sebagai perdana menteri yang berhasil mengangkat ekonomi Jepang yang selama dua dekade sebelumnya mengalami pertumbuhan ekonomi yang rendah.

Jika banyak negara lain mengalami masalah inflasi, Jepang mengalami deflasi. Ini karena warga Jepang lebih banyak menabung daripada membelanjakan uangnya.

Kecenderungan ini sejalan dengan tingginya persentase penduduk lansia. Mereka umumnya sudah memiliki tempat tinggal permanen, lengkap dengan barang-barang elektronik yang memudahkan pengerjaan urusan rumah.

Kebutuhan pangan tercukupi dengan mudah, dengan selera makan yang lebih sederhana, dan tidak menuntut cita rasa mewah.

Rekreasi yang membutuhkan dana besar sudah pernah dilakukan saat muda, misalnya berwisata ke Bali atau ke negara-negara lain.

Mereka juga tidak memiliki tanggungan, karena seseorang yang sudah dewasa wajib untuk mandiri, sesuai dengan semangat bekerja orang Jepang pada umumnya.

Namun pertumbuhan ekonomi yang rendah merupakan kondisi tidak ideal bagi negara manapun. Tingkat pengangguran meningkat, penerimaan negara berkurang, pelayanan publik terganggu.

Maka Shinzo Abe pada kali kedua menjabat perdana menteri pada 2012, mengeluarkan jurus tiga panah yang dikenal dengan Abenomics, yaitu pelonggaran moneter, peningkatan belanja, dan reformasi struktural.

Kebijakan ini ampuh. Ekonomi membaik selama beberapa tahun pertama implementasinya, walau kemudian menurun pada tahun 2015-2016.

PM Abe tetap meneruskan strateginya. Namun sebelum bangkit kembali terjadilah wabah Covid-19, yang membuat ekonomi berjalan tersendat.

PM yang baru, Fumio Kishida, menyatakan akan melanjutkan strategi PM Abe.

Namun bukan hanya di bidang ekonomi, kepemimpinan PM Abe menonjol. Ia memiliki konsep dan sikap yang jelas (Bill Emot, 9/7/2022).

Ia berdamai dengan Xi Jinping, Presiden China, sekaligus membentuk persahabatan erat dengan India, yang berselisih dengan China karena persoalan teritorial.

Istilah Indo-Pasifik konon buah pikiran PM Abe, merujuk pada kawasan yang membentang dari Samudra Hindia hingga Samudra Pasifik di sebelah timur dan utara, menggabungkan negara-negara dari India hingga Australia, Jepang dan Amerika Serikat. (Catatan: Indo dalam Indo-Pasifik mengacu pada India, bukan Indonesia).

Penjagaan kawasan Indo-Pasifik yang damai diharapkan dapat mengimbangi pengaruh China yang meningkat sejalan dengan kemajuan ekonominya.

PM Abe dengan gigih memperjuangkan perubahan jati diri SDF, dari kekuatan yang pasif menjadi kekuatan yang aktif untuk menegakkan kedaulatan negara.

Amandemen konstitusi terus diusahakan untuk tujuan itu kendati mendapat tentangan dari sebagian warga Jepang.

Abe ingin agar Jepang menjadi seperti negara normal lain, memiliki tentara sendiri yang kuat dengan tetap menegakkan perdamaian dunia sebagai tujuan utamanya.

Kampanye politik

Shinzo Abe ditembak saat sedang berpidato untuk mendukung calon separtai dalam suatu acara kampanye pemilihan Majelis Tinggi Jepang.

Tidak terlihat banyak petugas keamanan saat peristiwa itu terjadi, di Nara, kota kecil di bagian barat Jepang.

Seperti biasanya, kampanye politik di Jepang berlangsung tanpa keramaian, cenderung sepi.

Calon anggota parlemen bersama rombongan yang berjumlah sedikit berdiri di atas mobil dengan kap terbuka kemudian berpidato.

Lebih banyak lagi kandidat yang berdiri di pinggir jalan sambil membagikan selebaran berisi materi kampanye.

Yang membedakan dengan orang banyak adalah kandidat itu memakai selempang yang bertuliskan namanya.

Selain itu di sudut-sudut keramaian kota dipasang papan besar dengan foto-foto semua kandidat terpajang secara seragam.

Tidak banyak spanduk, umbul-umbul, dan baliho kampanye. Ada peraturan yang mengatur bagaimana kampanye dilakukan. Arak-arakan atau pengumpulan penduduk di suatu lapangan atau gedung tidak terlihat dilakukan.

Warga Jepang tampak tidak antusias dengan kegiatan politik. Pemilihan umum tidak terkesan sebagai pesta, hanya kegiatan sambil lalu, yang tidak secara khusus disambut dengan kemeriahan.

Warga bahkan tidak antusias untuk pergi ke TPS jika tidak perlu mengganti pemerintahan yang tidak berprestasi.

Maka pergantian pemerintahan di Jepang bukan suatu peristiwa besar. Dalam satu atau dua tahun bisa terjadi pemilihan umum tingkat nasional atau daerah.

Pergantian perdana menteri atau kepala daerah bisa terjadi karena anggota kabinet terbukti berbuat korup, atau terlibat skandal. Jarang karena unjuk rasa besar-besaran, atau berulang-ulang.

Namun tindak kekerasan terhadap pemimpin politik seperti yang dialami Shinzo Abe juga tidak sedikit, dalam kurun waktu yang panjang.

Kakeknya, Nobosuke Kishi, yang juga perdana menteri pada awal tahun 1960-an, terkena tusukan senjata tajam oleh seseorang yang tidak suka ia mengubah konstitusi terkait dengan masalah pertahanan negara, namun tidak sampai merenggut nyawa.

Menegakkan keamanan

Selama bertahun-tahun Jepang dikenal sebagai negara yang damai. Tindakan kekerasan sangat jarang terjadi.

Perempuan berjalan kaki sendiri dengan tenang di malam hari di kota, besar atau kecil, adalah pemandangan biasa.

Selama tahun 2021, hanya ada 10 tindakan kekerasan yang dicatat Kepolisian di seluruh negeri berpenduduk 125 juta orang itu. Hanya ada satu orang yang tewas.

Peristiwa penembakan Shinzo Abe dikhawatirkan menjadi pemicu era ketidakamanan di masyarakat Jepang.

Setidaknya para pemuka politik dapat merasa was-was akan bernasib sama seperti Shinzo Abe, jika memiliki pandangan yang tidak memuaskan setiap kelompok.

Petugas keamanan akan banyak berada di berbagai kegiatan politik, seperti pada saat kampanye, pengguntingan pita, dsb, jika melibatkan tokoh terkenal. Suasana kedamaian akan sirna jika peristiwa seperti yang dialami Shinzo Abe terjadi lagi.

Kita ingin Jepang tetap menjadi negara yang aman, sebagaimana kita juga ingin Indonesia menjadi negara yang aman dan damai.

Jika ada perbedaan pendapat, DPR dan pemerintah siap mendengar keluhan warga secara langsung atau tidak langsung.

Media massa dan media sosial memberi ruang terhadap perbedaan pendapat yang ada di masyarakat, dengan rambu-rambu yang jelas, sehingga emosi tidak ikut berbicara. Keamanan warga secara individual dan kelompok tidak terganggu.

Menyuarakan pendapat adalah hak, tetapi melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan pendapat adalah tindakan kriminal, harus dicegah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com