Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Lanka Bangkrut, India Berpeluang Geser Pengaruh China

Kompas.com - 02/07/2022, 20:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOLOMBO, KOMPAS.com - Sri Lanka hari Jumat (1/7) melaporkan, tingkat inflasi di negara itu pada bulan Juni mencapai 54,6 persen. Inilah untuk kesembilan kalinya berturut-turut angka inflasi mencatat rekor tertinggi.

Keruntuhan ekonomi Sri Lanka kini membuka peluang bagi India untuk memperkuat pengaruhnya dengan menawarkan bantuan keuangan dan material besar-besaran kepada negara tetangganya itu.

Utang pemerintah Sri Lanka mencapai 51 miliar dollar AS dan negara itu tidak mampu lagi melakukan pembayaran bunga utangnya. Sri Lanka telah menangguhkan pembayaran utang luar negeri sebesar 7 miliar dollar AS yang jatuh tempo tahun ini, dari jumlah seluruhnya 25 miliar dollar AS yang harus dilunasi sampai 2026. Saat ini negara itu masih menunggu hasil negosiasi dengan Dana Moneter Internasional IMF mengenai paket penyelamatan.

Baca juga: Cerita Penderitaan Warga Sri Lanka Harus Tidur di Mobil 2 Hari untuk Antre Bensin

China selama ini merupakan kreditur terbesar ketiga Sri Lanka setelah Jepang dan Bank Pembangunan Asia. Beijing telah menawarkan untuk meminjamkan lebih banyak, tetapi menolak keras untuk menghapus beberapa utang Sri Lanka. China kahwatir jika tuntutan itu dipenuhi, peminjam lain di Asia dan Afrika akan menuntut persyaratan bantuan yang sama.

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, yang menjabat setelah Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri mengatakan, Sri Lanka belum bisa mengakses 1,5 miliar dollar AS pinjaman yang ditawarkan China, karena Beijing mengajukan persyaratan, Sri Lanka harus memiliki cadangan devisa yang cukup untuk tiga bulan.

Namun Beijing berjanji untuk "memainkan peran positif” dalam pembicaraan Sri Lanka dengan IMF dan menyediakan anggaran sekitar 75 juta dollar AS sebagai bantuan kemanusiaan, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijan.

Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, IMF Minta 2 Hal Ini untuk Keluar dari Krisis

Proyek pelabuhan ambisius yang gagal

Sebagai bagian dari proyek Belt and Road Initiative (BRI) yang dicanangkan Presiden China Xi Jinping, China telah mendanai berbagai proyek infrastruktur di seluruh Asia dan Afrika.

Mantan Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapaksa telah menerima banyak pinjaman proyek, termasuk utang 1,1 miliar dollar AS untuk membangun pelabuhan di daerah kelahirannya Hambantota, meskipun banyak ahli di Sri Lanka menolak proyek itu.

Ketika pelabuhan laut itu gagal menghasilkan pendapatan devisa yang dibutuhkan untuk membayar kembali pinjaman China, Sri Lanka tahun 2017 terpaksa menyerahkan fasilitas Pelabuhan serta ribuan hektare tanah di sekitarnya kepada Beijing untuk masa pengelolaan selama 99 tahun.

"Bagi Beijing, kepentingannya di Sri Lanka dan Samudra Hindia tampaknya lebih bermotivasi ekonomi ketimbang militer," kata Rahul Roy-Chaudhury, analis dari International Institute for Strategic Studies (IISS) yang berbasis di London.

"Di sisi keamanan, bagi China itu bukan prioritas, tetapi ini adalah peluang yang muncul bagi China untuk meningkatkan pengaruhnya di Asia Selatan dan untuk melawan pengaruh India,'' katanya.

"Sri Lanka sendiri, seperti banyak negara lain di kawasan itu, membutuhkan China dan India, tambah Roy-Chaudhury. Para pemimpin negara-negara ini harus pro-India dan pro-China pada saat yang sama," sambungnya.

Baca juga: Rusia Gagal Bayar Utang Luar Negeri, Bangkrut Juga seperti Sri Lanka?

India kembali rebut pengaruh

India sementara itu telah menyalurkan bantuan beras, susu bubuk, obat-obatan dan bantuan kemanusiaan lainnya bernilai jutaan dolar, termasuk bahan bakar diesel dan bensin. India juga telah memberikan Sri Lanka fasilitas kredit sampai 4 miliar dollar AS, dengan persyaratan ringan.

India baru-baru ini juga berhasil memenangkan beberapa proyek penting di Sri Lanka, yang juga diminati oleh China. Pada bulan Maret lalu misalnya, Sri Lanka menyelesaikan usaha patungan dengan India untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya. Pada bulan yang sama, Sri Lanka mengakhiri kontrak dengan perusahaan China untuk membangun ladang energi angin senilai 12 juta dollar AS dan menawarkannya kepada India.

"Tidak ada yang namanya amal dalam politik internasional,” kata Sreeram Chaulia, direktur School of International Affairs di OP Jindal University di Sonipat, India. "Tujuannya (bantuan India) adalah untuk mengusir China dari halaman belakangnya dan mengembalikan keseimbangan yang menguntungkan bagi New Delhi.”

Sri Lanka selama ini adalah satu satu negara tujuan ekspor utama bagi India.

Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, Tarif Listrik Naik 835 Persen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com