Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa Afghanistan: Wabah Kolera Mengancam Saat Korban Bertahan Tanpa Makanan dan Tempat Berteduh

Kompas.com - 26/06/2022, 20:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber BBC

KABUL, KOMPAS.com- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang membantu mendukung para korban gempa Afghanistan, memperingatkan risiko kemungkinan wabah kolera.

Badan-badan bantuan Afghanistan dan internasional sedang menilai kerusakan dan mengirimkan pasokan. Ini adalah krisis besar dan berkembang di atas situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di negara itu.

Orang-orang yang selamat dari gempa paling mematikan di Afghanistan dalam dua dekade mengatakan mereka tidak punya apa pun untuk dimakan, tak ada tempat berteduh, dan takut akan kemungkinan wabah kolera.

Baca juga: Dilumat Gempa, Afghanistan Memohon Pertolongan Dunia

Agha Jan, salah satu penduduk dari provinsi Paktika, yang paling parah terkena bencana, mengais puing-puing dengan mata berkaca-kaca. Dia berusaha mencari apapun yang tersisa dari rumah keluarganya.

"Ini sepatu anak laki-laki saya," katanya, seraya membersihkan debu dari sepatu itu. Tiga anaknya yang masih kecil dan dua istrinya tewas dalam gempa saat mereka tidur.

Saat gempa melanda pada dini Rabu (22/6/2022), Agha Jan bergegas menuju kamar tempat keluarganya menginap.

"Tapi semuanya berada di bawah puing-puing," katanya kepada BBC.

"Bahkan dengan sekop saya. Tidak ada yang bisa saya lakukan. Saya memanggil sepupu saya untuk membantu, tetapi ketika kami mengeluarkan keluarga saya, mereka semua sudah mati."

Daerah di sekitar desa Agha Jan di distrik Barmal, provinsi Paktika, adalah salah satu yang paling parah terkena dampak gempa. Sekitar 1.000 orang diyakini tewas dan 3.000 lainnya terluka di sana.

Lokasi itu memerlukan tiga jam perjalanan ke kota besar terdekat, dengan sebagian besar jalan bertanah harus dilalui.

Wanita Afghanistan duduk di tengah kehancuran setelah gempa bumi di desa Gayan, di provinsi Paktika, Afghanistan, Jumat 24 Juni 2022.AP PHOTO/EBRAHIM NOROOZI Wanita Afghanistan duduk di tengah kehancuran setelah gempa bumi di desa Gayan, di provinsi Paktika, Afghanistan, Jumat 24 Juni 2022.

Baca juga: Gempa Afghanistan: Pihak Berwenang Kesulitan Jangkau Daerah Terpencil, Jaringan Komunikasi Buruk

Lokasinya yang terpencil membuat upaya pengangkutan korban luka semakin sulit. Beberapa harus diterbangkan ke rumah sakit dengan helikopter militer Taliban.

Hampir setiap rumah di desa umumnya dibangun dari lumpur dan batu. Pasca gempa, semua bangunan itu tampak rusak parah, dengan hampir setiap keluarga tampaknya berduka karena kehilangan kerabatnya.

Habib Gul berada di seberang perbatasan di kota Karachi, Pakistan. Dia bekerja sebagai buruh di sana ketika mendengar berita itu. Dia sudah bergegas kembali ke desanya di Barmal tapi menemukan 20 kerabatnya sudah tewas, 18 di antaranya dalam satu rumah.

"Begitu banyak kerabat saya yang mati syahid, tiga saudara perempuan, keponakan saya, putri saya, anak-anak kecil."

Setiap penduduk desa yang BBC temui ingin menunjukkan kehancuran rumah mereka. Sebagian karena mereka ingin dunia melihat kehancuran nyata ini.

Tetapi juga yang lebih praktis, mereka sejatinya berharap namanya dapat ditambahkan ke daftar distribusi bantuan.

"Jika dunia memandang kami seperti saudara dan membantu kami, kami akan tinggal di sini di tanah kami," kata Habib Gul kepada BBC.

Baca juga: BERITA FOTO: Situasi Terkini Gempa Afghanistan yang Tewaskan 1.000 Orang

"Jika tidak, kita akan meninggalkan tempat ini di mana kita telah menghabiskan hidup begitu lama dengan air mata."

Helikopter militer berputar di langit wilayah itu. Mereka tidak lagi mengangkut korban yang terluka tetapi mengirimkan persediaan.

Kepada BBC, pejabat Taliban memberi tahu bahwa operasi penyelamatan telah selesai dan sekarang berakhir.

Kebutuhan yang paling mendesak adalah tempat tinggal bagi ratusan keluarga yang kehilangan tempat tinggal.

Agha Jan dan salah satu putranya yang masih hidup sedang melempar selembar terpal besar di antara tongkat kayu di sebidang tanah kosong, saat ditemui tim BBC.

Keluarga-keluarga lain berada di tenda-tenda, diapit oleh reruntuhan rumah yang mereka bangun dengan susah payah.

Baca juga: Gempa Afghanistan: Korban Tewas Meningkat Melebihi 1.000 Jiwa, Taliban Memohon Bantuan

Khalid Jan sekarang bertanggung jawab atas lima cucunya yang masih kecil yang berkeliaran di dekat kakinya. Ayah mereka, putranya, tewas dalam gempa, bersama dengan dua anak Khalid Jan lainnya.

"Hanya saya yang tersisa dari mereka," katanya kepada BBC, bertengger di atas charpoy logam - tempat tidur tradisional - di bawah tenda.

"Tapi rumah dan semua yang ada di sini telah hancur dan saya tidak akan pernah bisa membangunnya kembali."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com