Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Israel Sering Menggelar Pemilu?

Kompas.com - 23/06/2022, 14:30 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

YERUSALEM, KOMPAS.com - Setelah hampir 12 bulan menjabat, para pemimpin pemerintah koalisi di Israel menyerah minggu ini.

Dilansir AP, mereka akan membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan baru, yang kelima kalinya dalam tiga setengah tahun terakhir.

Mengapa ini bisa terjadi?

Baca juga: Pemukim Isarel Bunuh Warga Palestina di Tepi Barat, Ini Respons Polisi Israel

Jawaban paling sederhana adalah bahwa Israel terbagi atas dua kubu, yang mempertanyakan pertanyaan yang sama dengan jawaban berbeda: Apakah Benjamin Netanyahu harus menjadi perdana menteri atau tidak?

Tapi tak hanya itu, sistem politik Israel terdiri dari beragam ideologi partai yang harus membentuk aliansi, dan malah terkadang menghancurkannya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Orang Israel memilih berdasarkan partai, dan dalam 74 tahun sejarah negara itu, tidak ada satu faksi pun yang memenangkan mayoritas di parlemen yang beranggotakan 120 orang, yang dikenal sebagai Knesset.

Jadi setelah setiap pemilihan, setiap calon perdana menteri harus membentuk aliansi untuk mengumpulkan mayoritas setidaknya 61 kursi.

Baca juga: Gonjang-ganjing Politik Israel, Mengapa Perdana Menteri akan Diganti?

Itu memberi kekuatan besar bagi partai-partai kecil. Hampir setelah pemilihan, perhatian terfokus pada satu atau beberapa tuntutan khusus mereka.

Tiga belas partai terpilih menjadi anggota parlemen, misalnya, dalam pemilu tahun lalu.

Hal ini dapat mengakibatkan negosiasi berminggu-minggu dan negosiasi sulit di antara berbagai pemimpin partai.

Jika tidak ada yang dapat mengumpulkan mayoritas, seperti yang terjadi setelah pemilihan pada bulan April dan September 2019, negara kembali ke tempat pemungutan suara dan pemerintah tetap di tempat sebagai juru kunci.

Baca juga: Israel Akan Ganti PM dari Naftali Bennett ke Yair Lapid

Tetap saja, seharusnya tidak sesulit ini. Partai nasionalis dan agama merebut mayoritas kursi di Knesset di masing-masing dari empat pemilihan terakhir, jika saja mereka bisa setuju satu sama lain.

Di situlah Netanyahu masuk.

Bagi para pendukung sayap kanan dan religiusnya, Netanyahu adalah “Raja Israel”, seorang nasionalis dan negarawan veteran yang dapat berhadapan langsung dengan para pemimpin dunia, dari Vladimir Putin Rusia hingga Presiden AS Joe Biden, menggembalakan Israel melalui berbagai tantangan keamanan.

Bagi lawan-lawannya, termasuk para pemimpin koalisi yang akan keluar, Netanyahu disebut penjahat paling buruk, yang merupakan ancaman bagi demokrasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com