Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusia Tanggapi Gagasan Pengiriman Senjata Nuklir ke Ukraina

Kompas.com - 13/06/2022, 21:29 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

MOSKWA, KOMPAS.com - Rusia menanggapi gagasan pengiriman senjata niklir ke Ukraina oleh pihak lain.

Kepala Duma Negara Federasi Rusia Vyacheslav Volodin pada Minggu (12/6/2022), mengatakan gagasan memasok senjata nuklir ke Ukraina di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Kyiv dan Moskwa sama dengan memprovokasi konflik nuklir di pusat Eropa dan benar-benar gila.

Diberitakan Russia Today (RT), Volodin berbicara demikian sebagai tanggapan atas pernyataan yang dibuat oleh Radoslaw Sikorski, seorang anggota parlemen Polandia dan Mantan Menteri Luar Negeri Polandia, yang mengatakan bahwa Barat memiliki “hak” untuk memasok senjata nuklir.

Baca juga: Kali Pertama sejak Perang Dingin, Senjata Nuklir di Dunia Diprediksi Meningkat

“Dengan anggota parlemen seperti itu, Eropa akan memiliki masalah yang jauh lebih serius daripada yang mereka hadapi hari ini, pengungsi, rekor inflasi, krisis energi,” kata Volodin dalam sebuah posting di media sosial.

Dia menuding Sikorski telah memicu konflik nuklir di pusat Eropa.

"Dia (Sikorski) tidak memikirkan masa depan baik Ukraina maupun Polandia. Jika gagasannya terwujud, negara-negara ini akan hilang, bersama dengan seluruh Eropa," seru Volodin.

"Justru karena orang-orang seperti Sikorski, tidak hanya diperlukan untuk membebaskan Ukraina dari ideologi Nazi, tetapi juga untuk mendemiliterisasinya, memastikan status non-nuklir negara itu," ujar Volodin.

Sikorski, yang memimpin Kementerian Luar Negeri Polandia antara 2007 dan 2014, disebut telah melontarkan gagasan pengiriman senjata nuklir ke Ukraina dalam sebuah wawancara dengan Espreso TV Ukraina pada Sabtu (11/6/2022).

Baca juga: Iran Mulai Pasang Alat Pengayaan Uranium Canggih di Fasilitas Nuklir dan Matikan Kamera Pengawas PBB

Menurut laporan RT, dia menuduh Rusia melanggar Memorandum Budapest 1994, sebuah perjanjian kerangka kerja yang ditandatangani oleh Ukraina, Rusia, Inggris, dan AS.

Dalam perjanjian ini, Ukraina menyerahkan persenjataan nuklir yang diwarisinya setelah runtuhnya Uni Soviet dengan imbalan jaminan keamanan dan keuntungan ekonomi.

“Barat memiliki hak untuk memberikan hulu ledak nuklir kepada Ukraina sehingga bisa melindungi kemerdekaannya,” klaim Sikorski diberitakan RT.

Pernyataan Sikorski ini disebut menguatkan pernyataan yang dibuat oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sesaat sebelum konflik pecah pada akhir Februari 2022.

Berbicara pada konferensi keamanan di Munich, Jerman, Zelensky dilaporkan telah menyarankan agar Ukraina melepaskan status non-nuklirnya, karena perjanjian 1994 "tidak berfungsi".

“Ukraina menerima jaminan keamanan sebagai imbalan atas pembuangan potensi nuklir terbesar ketiga di dunia. Kami tidak memiliki senjata seperti itu. Kami juga tidak memiliki jaminan,” kata Zelensky saat itu, dilaporkan RT.

Baca juga: Jawaban Rusia ketika Ditanya: Apa Putin Akan Menggunakan Senjata Nuklir Taktis di Ukraina?

Ukraina sendiri telah berulang kali menuduh Rusia melanggar Memorandum Budapest setelah Crimea bergabung dengan Rusia pada 2014. Namun, Rusia secara konsisten menolak klaim tersebut, bersikeras bahwa dokumen 1994 tidak mewajibkan Rusia untuk “memaksa sebagian dari Ukraina untuk tinggal” di dalam negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Kelompok-Kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-Kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Zelensky Berterima Kasih ke Senat AS Usai Setujui Bantuan Rp 985 Triliun untuk Ukraina

Zelensky Berterima Kasih ke Senat AS Usai Setujui Bantuan Rp 985 Triliun untuk Ukraina

Global
Senat AS Setujui Bantuan Militer Rp 209,9 Triliun ke Israel

Senat AS Setujui Bantuan Militer Rp 209,9 Triliun ke Israel

Global
Argentina Surplus APBN untuk Kali Pertama dalam 16 Tahun

Argentina Surplus APBN untuk Kali Pertama dalam 16 Tahun

Global
Senat AS Setujui Paket Bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan

Senat AS Setujui Paket Bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan

Global
Rangkuman Hari Ke-790 Serangan Rusia ke Ukraina: China Bantah Dukung Perang | Ukraina Panggil Warganya di Luar Negeri 

Rangkuman Hari Ke-790 Serangan Rusia ke Ukraina: China Bantah Dukung Perang | Ukraina Panggil Warganya di Luar Negeri 

Global
Israel Dituding Bertanggung Jawab atas Kuburan Massal 340 Jenazah di RS Gaza

Israel Dituding Bertanggung Jawab atas Kuburan Massal 340 Jenazah di RS Gaza

Global
Begini Cara Perang Rugikan Perkembangan Anak-anak

Begini Cara Perang Rugikan Perkembangan Anak-anak

Global
Israel Tingkatkan Serangan di Gaza dan Perintahkan Evakuasi Baru di Wilayah Utara

Israel Tingkatkan Serangan di Gaza dan Perintahkan Evakuasi Baru di Wilayah Utara

Global
Saat Protes Menentang Perang di Gaza Meluas di Kampus-kampus Elite AS...

Saat Protes Menentang Perang di Gaza Meluas di Kampus-kampus Elite AS...

Global
[POPULER GLOBAL] Tabrakan Helikopter AL Malaysia | Ketegangan Iran Vs Israel Memuncak

[POPULER GLOBAL] Tabrakan Helikopter AL Malaysia | Ketegangan Iran Vs Israel Memuncak

Global
Ulang Tahun, Foto Pangeran Louis Diunggah ke Medsos Usai Heboh Editan Kate

Ulang Tahun, Foto Pangeran Louis Diunggah ke Medsos Usai Heboh Editan Kate

Global
Saat 313 Mayat Ditemukan di Kuburan Massal 2 RS Gaza...

Saat 313 Mayat Ditemukan di Kuburan Massal 2 RS Gaza...

Global
Rusia Batalkan Pawai Perang Dunia II untuk Tahun Kedua Beruntun

Rusia Batalkan Pawai Perang Dunia II untuk Tahun Kedua Beruntun

Global
Hampir Separuh Kota Besar di China Tenggelam karena Penurunan Tanah

Hampir Separuh Kota Besar di China Tenggelam karena Penurunan Tanah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com