Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Israel Gagal Loloskan RUU tentang Status Hukum Pemukim Yahudi di Tepi Barat

Kompas.com - 07/06/2022, 15:31 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

YERUSALEM KOMPAS.com - Pemerintah Israel gagal meloloskan RUU yang akan memperbarui dan menegakkan status hukum pemukim ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki.

Kegagalan ini menandai kemunduran signifikan bagi koalisi pemerintah yang rapuh dan diperkirakan dapat mempercepat kehancurannya.

Baca juga: Lebanon Peringatkan Agresi Israel di Perairan Sengketa

RUU yang gagal diperbarui pada Senin (6/6/2022) mengatur sistem hukum yang terpisah di Tepi Barat yang diduduki.

Di lokasi itu hampir 500.000 pemukim Israel menikmati manfaat kewarganegaraan dan hukum Israel. Sementara itu, sekitar 3 juta orang Palestina hidup di bawah kekuasaan militer yang sekarang memasuki dekade keenam.

Tiga kelompok hak asasi manusia terkemuka mengatakan situasi di wilayah pendudukan sama dengan apartheid bagi warga Palestina.

Koalisi Perdana Menteri Israel Naftali Bennett tetap berkuasa, tetapi pemungutan suara tersebut menggarisbawahi kelemahan dan perpecahan dalam aliansi yang rapuh dan menimbulkan pertanyaan tentang berapa lama ia dapat bertahan.

Pemungutan suara pada Senin (6/6/2022) kalah dengan selisih 58-52, jauh dari kontur debat hukum. Ini menjadi ujian utama yang memproyeksikan ketahanan pemerintah di bawah Bennett.

Dua anggota pemerintah memberikan suara menentang perpanjangan peraturan darurat, yang memberi 475.000 pemukim Yahudi hak yang sama sebagai warga negara di Israel.

Jika tidak disahkan pada 1 Juli, lebih dari 475.000 warga Israel yang tinggal di Tepi Barat tidak akan lagi menerima hak yang sama dengan warga Israel lainnya – termasuk hak suara.

Baca juga: Pelajaran dari Perang Enam Hari Israel

Pemberontakan mereka tidak dimaksudkan untuk mempertanyakan kelanjutan hukum Israel di Tepi Barat tetapi untuk melemahkan pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Naftali Bennett.

Pemerintah Bennett bersatu tahun lalu setelah dua tahun kekacauan politik, dengan empat pemilihan yang tidak menghasilkan pemenang yang jelas.

Koalisi pemerintahannya terdiri dari delapan partai ideologis berbeda yang mencakup pendukung dan penentang pemukiman.

Alhasil, pemerintah Israel saat ini berjanji untuk menghindari isu-isu yang memecah belah yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.

Pemungutan suara pada Senin (6/6/2022) menunjukkan betapa sulitnya misi itu.

“Seperti biasa setelah kami kalah, kami akan kembali lebih kuat dan menang di babak berikutnya,” kata Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid, kepala arsitek aliansi pemerintahan, dalam pernyataan di Twitter.

Perdana Menteri Israel Naftali Bennett membuat panggilan sebelum memberikan suara pada undang-undang tentang status hukum pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki, selama sesi Knesset, parlemen Israel, di Yerusalem, Senin, 6 Juni 2022. AP PHOTO/MAYA ALLERUZZO Perdana Menteri Israel Naftali Bennett membuat panggilan sebelum memberikan suara pada undang-undang tentang status hukum pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki, selama sesi Knesset, parlemen Israel, di Yerusalem, Senin, 6 Juni 2022.

Baca juga: Lagi, Israel Tembak Mati Jurnalis Perempuan Palestina di Tepi Barat

Masalah status pemukim Yahudi di Tepi Barat

Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem timur dalam perang Timur Tengah 1967.

"Negeri Zionis" kemudian mencaplok Yerusalem timur dalam sebuah langkah yang tidak diakui secara internasional dan menarik pasukan dan pemukim dari Gaza pada 2005.

Tetapi ratusan ribu orang Israel tinggal di lebih dari 120 pemukiman yang tersebar di Tepi Barat, bersama dengan lebih dari 2,5 juta orang Palestina.

Karena Israel tidak pernah mencaplok wilayah itu, secara teknis wilayah itu tetap berada di bawah kekuasaan militer, dan menciptakan realitas hukum yang membingungkan.

Untuk pemukim Yahudi di Tepi Barat, sebagian besar hukum pidana dan sipil yang berlaku mengikuti aturan Israel.

Mereka memberikan suara dalam pemilihan Israel, mendaftar untuk wajib militer dan membayar pajak mereka kepada negara.

Warga Palestina, sementara itu, tunduk pada seperangkat hukum yang berbeda, sehingga menambah kebingungan – dan sering kali ketidaksetaraan.

Baca juga: Lagi, Israel Tembak Mati Jurnalis Perempuan Palestina di Tepi Barat

Dampak jika perpanjangan RUU gagal

Jika pemerintah tidak menemukan solusi baru dalam beberapa minggu mendatang, para pemukim Yahudi secara otomatis akan berada di bawah kekuasaan militer, seperti warga Palestina di Tepi Barat, menurut Emmanuel Gross, pakar Israel tentang hukum pidana dan internasional dan mantan hakim militer, sebagaimana dilansir Guardian.

Hubungan sehari-hari antara pemukim dan negara juga akan hancur. Israel tidak akan dapat memungut pajak dan polisi tidak akan mampu menyelidiki tindak pidana misalnya.

Status narapidana Palestina yang ditahan di penjara Israel juga akan ditantang. Sebab Israel menggunakan peraturan darurat yang sama untuk menahan tahanan di luar tanah yang diduduki.

Sekitar 500.000 pemukim Israel tinggal di lebih dari 120 pemukiman dan pos-pos di Tepi Barat yang diduduki yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

Permukiman, yang dibentengi, kompleks perumahan khusus Yahudi, terus berkembang di Tepi Barat yang diduduki serta Yerusalem Timur yang diduduki.

Mereka dipandang sebagai hambatan utama untuk setiap kesepakatan potensial dengan Israel.

Serangan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina dan properti mereka seolah menjadi hal biasa. Pemukim biasanya didukung oleh pasukan bersenjata Israel ketika melakukan serangan semacam itu.

Baca juga: Yerusalem Siaga Tinggi Jelang Pawai Bendera Israel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com