Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 21/05/2022, 09:45 WIB

PYONGYANG, KOMPAS.com - Korea Utara tengah bergulat dengan penularan Covid 19.

Padahal negara itu belum menjalankan program vaksinasi Covid-19 dan tidak memiliki standar medis untuk infeksi virus SARS-CoV-2.

Pemerintah Korea Utara dilaporkan sejauh ini masih menolak bantuan medis dari negara-negara lain.

Baca juga: Covid Korea Utara: 3 Pesawat Terbesar Dikirim ke China untuk Ambil Bantuan Medis

Media pemerintah justru memberikan anjuran kepada penduduk Korea Utara tentang sejumlah pengobatan tradisional untuk menangani apa yang disebut sebagai "demam".

Apa saja yang dianjurkan dalam mengatasi Covid-19 di Korea Utara ini?

Minuman teh hangat

Bagi warga yang tidak mengalami gejala berat, surat kabar partai yang berkuasa Rodong Simnun menganjurkan minuman herbal, di antaranya meminum teh lonicera japonica atau daun dedalu, minuman jahe, dan teh dari tanaman merambat honeysuckle yang berbau harum serta minuman dari daun willow.

Jahe dan daun willow mengurangi inflimasi dan nyeri tapi tidak bisa digunakan sebagai obat melawan virus corona, lapor Rachel Schraer dan Wanyuan Song dari BBC Reality Check.

Produksi obat-obatan tradisional untuk mengurangi demam dan rasa sakit juga ditingkatkan, dan KCNA menyebutnya, "efektif mencegah serta menyembuhkan penyakit yang berbahaya itu".

Baca juga: Kasus Covid-19 Korea Utara Diduga Sudah Mendekati Angka 2 Juta

Kumur air garam

Media pemerintah baru-baru ini mewawancarai pasangan yang merekomendasikan berkumur dengan air garam pada pagi dan malam hari.

"Ribuan ton garam diangkut secara darurat ke Pyongyang untuk memproduksi larutan antiseptik," tulis KCNA, dikutip dari kantor berita Reuters.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa berkumur dengan air garam dan membersihkan rongga hidung dengan air garam bisa membasmi virus yang menyebabkan flu.

Namun belum cukup bukti yang menunjukkan air garam efektif melawan penyebaran Covid-19.

Obat penghilang rasa dan antibiotik

Orang-orang menonton layar TV yang menampilkan laporan berita tentang wabah COVID-19 di Korea Utara, di stasiun kereta api di Seoul, Korea Selatan, Sabtu, 14 Mei 2022. AP PHOTO/AHN YOUNG JOON Orang-orang menonton layar TV yang menampilkan laporan berita tentang wabah COVID-19 di Korea Utara, di stasiun kereta api di Seoul, Korea Selatan, Sabtu, 14 Mei 2022.

Selain melakukan cara-cara pengobatan, media pemerintah juga mendorong pasien yang mengalami gejala Covid-19 untuk menggunakan obat penghilang rasa sakit dan antibiotik, seperti ibuprofen dan amoxicillin.

Ibuprofen dan paracetamol dapat menurunkan panas tubuh dan meringankan gejala-gejala seperti pusing dan sakit tenggorokan tetapi tidak bisa mematikan virus atau mencegah penularan.

Baca juga: Korsel: Korea Utara Sudah Selesai Persiapan Uji Coba Nuklir

Pemerintah Korut mendirikan bangsal-bangsal darurat untuk isolasi. Selain itu, penyemprotan disinfektan kian intensif di berbagai wilayah.

Sejak Korea Utara pertama kali mengonfirmasi lonjakan kasus Covid-19 pada pekan lalu, muncul kekhawatiran kekurangan peralatan medis, obat-obatan, dan vaksin sehingga wabah ini bisa "menjadi petaka" bagi 25 juta penduduknya.

"Saya benar-benar khawatir mengenai berapa banyak orang yang akan meninggal," kata salah satu pakar sebagaimana dilaporkan wartawan BBC News, Thom Poole dan Robert Greenall.

Sistem kesehatan yang buruk

Korea Utara tidak memiliki amunisi yang efektif dalam melawan Covid-19 dan ini menjadi tantangan luar biasa yang harus mereka hadapi.

Rakyat Korut tidak divaksinasi, dan dengan asumsi bahwa kasusnya selama ini rendah, itu berarti mayoritas masyarakatnya belum terpapar Covid-19 sehingga tidak memiliki kekebalan atas virus itu.

Baca juga: Nyaris 2 Juta Orang Alami Gejala Demam di Korea Utara, Baru 700 Ribu Terkonfirmasi Covid

Itulah mengapa muncul kekhawatiran bakal terjadi kematian dalam jumlah besar.

Pengujian Covid-19 juga sangat terbatas. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Korea Utara hanya melaksanakan sekitar 64.000 tes sejak awal pandemi.

Sebagai perbandingan, Korea Selatan yang menggunakan strategi tes dan penelusuran kontak untuk mengendalikan wabah, telah melaksanakan 172 juta tes sejak awal pandemi.

Data yang dimiliki pemerintah Korea Utara juga ambigu. Pada Sabtu lalu, media pemerintah melaporkan setengah juta kasus demam yang tidak bisa dijelaskan.

Itu kemungkinan menggambarkan bahwa Korea Utara kesulitan mengidentifikasi kasus Covid-19, sekaligus menunjukkan skala wabah yang mereka hadapi.

Di negara-negara maju sekali pun, Covid-19 bisa menyebabkan sistem kesehatan kewalahan. Korea Utara sangat berisiko mengalami hal ini.

"Sistem kesehatan di sana cukup mengerikan," kata Jieun Baek pendiri LSM yang memantau Korea Utara bernama Lumen.

Baca juga: Korea Utara Siap “Sambut” Kunjungan Biden ke Asia dengan Uji Coba Nuklir dan Rudal

"Sistem kesehatannya sangat bobrok. Di luar dua juta orang yang tinggal di Pyongyang, mayoritas penduduk hanya memiliki akses ke layanan kesehatan yang sangat buruk."

Para pembelot dari Korea Utara mengatakan bahwa fasilitas kesehatan menggunakan botol bir untuk menampung cairan infus dan menggunakan ulang jarum suntik sampai berkarat.

Sedangkan untuk masker dan sanitiser, "kita hanya bisa membayangkan betapa terbatasnya itu," kata Baek.

Akankah karantina wilayah berhasil?

Korea Utara telah menerapkan karantina wilayah untuk mengatasi wabah ini.

"Larangan dan penindakan terhadap pergerakan penduduknya akan menjadi lebih ketat," kata Baek memprediksi situasi di Korea Utara.

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un mengatakan bahwa mereka perlu "secara aktif belajar" pada China dalam mengatasi pandemi.

Tetapi di saat mayoritas negara di dunia telah menerapkan cara hidup bersama Covid-19, China berpegang teguh pada kebijakan nol-Covid. Pemerintah China bahkan menerapkan karantina wilayah di kota-kota besar dan pusat bisnis seperti Shanghai sekali pun.

Dampaknya, penduduk Shanghai mengeluh bahwa mereka kekurangan makanan dan mendapat perawatan medis yang buruk.

Baca juga: Merokok Sambil Mencaci Maki: Gaya Kim Jong Un saat Pimpin Rapat Covid-19

Apabila Korea Utara memberlakukan strategi serupa, para ahli memperingatkan bahwa pasokan logistik dan kebutuhan medis bisa jauh lebih buruk dibanding apa yang terjadi di Shanghai.

Langkah itu juga dikhawatirkan tidak cukup untuk menghentikan penyebaran varian Omicron yang sangat menular.

"Lihat betapa sulitnya Shanghai menghentikan Omicron, dan itu benar-benar membuang semua yang bisa mereka bayangkan mengenai wabah," kata epidemiolog dari Universitas Hong Kong, Ben Cowling.

"Di Korea Utara, saya rasa akan sangat sulit untuk mengendalikan ini [wabah Omicron]. Saya akan sangat, sangat khawatir pada titik ini".

Korea Utara juga masih menghadapi persoalan pada produksi pangan. Negara ini pernah mengalami kelaparan parah pada era 1990-an. Saat ini, Program Pangan Dunia PBB memperkirakan bahwa 11 juta dari 25 juta penduduk Korea Utara kekurangan gizi.

Apabila para petani tidak bisa bertani, maka persoalan yang lebih besar akan menghadang.

Bantuan vaksin tersedia jika Korea Utara bersedia menerima

China dan WHO sebelumnya telah menawarkan bantuan vaksin ke Korea Utara, namun mereka menolaknya. Tetapi, pernyataan Kim Jong-un terkait China bisa jadi menandakan perubahan sikap.

"Saya menduga mereka menginginkan bantuan dari China dan China akan menawarkan sebanyak mungkin," ungkap dosen studi Korea di Universitas SOAS London, Owen Miller.

Namun, lanjut dia, Korea Utara mungkin tidak menginginkan bantuan lainnya dari luar, yang berarti mereka kembali seperti era 1990-an di mana banyak lembaga bantuan internasional hadir di wilayah mereka.

Baca juga: Teh Madu dan Iklan Layanan Masyarakat, Cara Korut Hadapi Covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejauh ini, belum ada tanda-tanda bahwa apabila krisis kesehatan melanda Korea Utara sekali pun, itu akan mengubah pendekatan negara itu dengan dunia. Penderitaan dan keterasingan bisa saja berlanjut.

"Mereka benar-benar hanya memiliki satu pilihan. Mereka harus menemukan cara untuk mendatangkan vaksin dan memvaksinasi masyarakatnya dengan sangat cepat," kata pakar vaksinasi dari US National School of Tropical Medicine, Peter Hotez.

"Dunia bersedia untuk membantu Korea Utara, tetapi mereka harus bersedia menerima bantuan itu," tambah dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Resmi, Trump Akan Didakwa Menyuap Bintang Porno

Resmi, Trump Akan Didakwa Menyuap Bintang Porno

Global
Rangkuman Hari Ke-400 Serangan Rusia ke Ukraina: Wartawan AS Ditangkap, Pertempuran Bakhmut Berlanjut

Rangkuman Hari Ke-400 Serangan Rusia ke Ukraina: Wartawan AS Ditangkap, Pertempuran Bakhmut Berlanjut

Global
[POPULER GLOBAL] Media Israel Bahas Indonesia Batal Tuan Rumah Piala Dunia U20 | Rusia Konfrontasi dengan Barat Lama

[POPULER GLOBAL] Media Israel Bahas Indonesia Batal Tuan Rumah Piala Dunia U20 | Rusia Konfrontasi dengan Barat Lama

Global
Mata-mata Korea Utara Menyamar Sebagai Wartawan VOA

Mata-mata Korea Utara Menyamar Sebagai Wartawan VOA

Global
Berbulan-bulan 'Kabur' ke AS, Mantan Presiden Jair Bolsonaro Tiba di Brasil

Berbulan-bulan "Kabur" ke AS, Mantan Presiden Jair Bolsonaro Tiba di Brasil

Global
50 Tahun Perang Vietnam, AS Keok, Nyawa 1 Juta Jiwa Melayang

50 Tahun Perang Vietnam, AS Keok, Nyawa 1 Juta Jiwa Melayang

Global
Militer China dan Rusia Akan Jalin Kerja Sama, Sinyal Makin Mesra

Militer China dan Rusia Akan Jalin Kerja Sama, Sinyal Makin Mesra

Global
Vendor Game FIFA akan Pecat 6 Persen Karyawannya

Vendor Game FIFA akan Pecat 6 Persen Karyawannya

Global
Pria Ini Nekat Menyodori Raja Charles III Mahkota Kertas Burger King

Pria Ini Nekat Menyodori Raja Charles III Mahkota Kertas Burger King

Global
Kurangi Risiko Bencana, BMKG dan USAID Kerja Sama Kembangkan Sistem Peringatan Dini

Kurangi Risiko Bencana, BMKG dan USAID Kerja Sama Kembangkan Sistem Peringatan Dini

Global
Rusia Tangkap Jurnalis AS, Dituduh Mata-mata Washington

Rusia Tangkap Jurnalis AS, Dituduh Mata-mata Washington

Global
Berpaling dari Taiwan, Presiden Honduras Segera Melawat ke China

Berpaling dari Taiwan, Presiden Honduras Segera Melawat ke China

Global
Putus Hubungan, Honduras Perintahkan Kedutaan Besar Taiwan Dikosongkan dalam 30 Hari

Putus Hubungan, Honduras Perintahkan Kedutaan Besar Taiwan Dikosongkan dalam 30 Hari

Global
Kemungkinan Dakwaan untuk Trump Mundur Paling Cepat 24 April 2023

Kemungkinan Dakwaan untuk Trump Mundur Paling Cepat 24 April 2023

Global
Denmark Temukan Obyek Silinder Dekat Pipa Gas Nord Stream yang Bocor

Denmark Temukan Obyek Silinder Dekat Pipa Gas Nord Stream yang Bocor

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+