Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Finlandia dan Swedia Tetap Daftar NATO dan Abaikan Peringatan Putin, Apa Dampaknya?

Kompas.com - 18/05/2022, 19:31 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber BBC

KOMPAS.com - Finlandia dan Swedia resmi mendaftar menjadi anggota NATO pada Rabu (18/5/2020), sebuah perubahan monumental bagi dua negara dengan sejarah panjang netralitas masa perang yang sebelumnya berusaha menjauh dari aliansi militer.

Langkah tersebut mengakhiri lebih dari 200 tahun kebijakan non-blok Swedia, dan posisi “negara netral” yang diadopsi Finlandia setelah kekalahan pahit oleh Uni Soviet selama Perang Dunia Kedua.

Baca juga: Finlandia dan Swedia Daftar NATO, Arsitektur Keamanan Eropa Berubah

Proses keanggotaan NATO kedua negara itu terus berlanjut, padahal sebelumnya peringatan telah dikirim oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, yang sangat menentang perluasan aliansi militer defensif Barat.

Dukungan publik Finlandia untuk bergabung dengan NATO selama bertahun-tahun sekitar 20-25 persen. Tapi sejak invasi Rusia ke Ukraina, antusiasmenya melonjak ke rekor tertinggi 76 persen, menurut jajak pendapat terbaru.

Di Swedia, 57 persen populasi ingin bergabung, sekali lagi jauh lebih tinggi daripada sebelum perang Rusia-Ukraina.

Mengapa bergabung ke NATO sekarang?

Tindakan Vladimir Putin ke negara tetangganya menghancurkan rasa “stabilitas” yang sudah lama ada di Eropa utara, dan membuat Swedia dan Finlandia merasa rentan.

Mantan Perdana Menteri Finlandia Alexander Stubb mengatakan bergabung dengan aliansi itu adalah "kesepakatan yang tak terhindarkan" bagi negaranya, segera setelah serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari.

Baca juga: Parlemen Finlandia Bilang Ya untuk Gabung NATO

Menteri Pertahanan Swedia Peter Hultqvist menggambarkan invasi itu sebagai pembuktian bahwa pemimpin Rusia "tidak dapat diprediksi, tidak dapat diandalkan, dan siap mengobarkan perang yang kejam, berdarah, dan brutal".

Pada akhirnya, banyak orang Finlandia dan Swedia melihat NATO, dengan keyakinan bahwa aliansi keamanan itu akan membuat mereka tetap aman di tengah ketidakpastian di kawasan Eropa.

Bagi orang Finlandia, peristiwa di Ukraina membangkitkan kembali kekhawatiran yang lama pernah menghantui. Soviet menginvasi Finlandia pada akhir 1939. Selama lebih dari tiga bulan tentara Finlandia melakukan perlawanan sengit, meskipun kalah jumlah.

Mereka menghindari pendudukan, tetapi akhirnya kehilangan 10 persen wilayah mereka.

“Menyaksikan perang di Ukraina berlangsung seperti menghidupkan kembali sejarah ini,” kata Iro Sarkka, seorang ilmuwan politik di Universitas Helsinki sebagaimana dilansir dari BBC.

Apalagi, tambahnya, Finlandia berbagai 1.340 km perbatasan mereka dengan Rusia. Mereka pun berpikir: "Mungkinkah ini terjadi pada kita?"

Swedia juga merasa terancam dalam beberapa tahun terakhir, dengan beberapa pelanggaran wilayah udara telah dilaporkan dilakukan oleh pesawat militer Rusia.

Baca juga: Rangkuman Hari Ke-83 Serangan Rusia ke Ukraina, Finlandia dan Swedia Dijadwalkan Ajukan Keanggotaan NATO Hari Ini, 265 Pejuang di Azovstal Akhirnya Menyerah

Pada 2014, orang Swedia dibuat terguncang dengan laporan bahwa kapal selam Rusia bersembunyi di perairan dangkal kepulauan Stockholm.

Dua tahun kemudian tentara Swedia akhirnya menempatkan diri ke pulau-pulau kecilnya yang strategis di Laut Baltik Gotland, setelah meninggalkannya selama dua dekade.

Perubahan apa yang akan terjadi?

Dalam beberapa hal, sebenarnya tidak banyak perubahan terjadi. Pasalnya, Swedia dan Finlandia sudah menjadi mitra resmi NATO pada 1994 dan sejak itu menjadi kontributor utama aliansi tersebut.

Mereka juga telah mengambil bagian dalam beberapa misi NATO sejak akhir Perang Dingin.

Akan tetapi dampak yang paling ketara adalah soal penerapan "Pasal 5" NATO, yang memandang serangan terhadap satu negara anggota sebagai serangan terhadap semua.

Dengan menjadi anggota, untuk pertama kalinya Finlandia dan Swedia akan mendapat jaminan keamanan dari negara-negara nuklir.

Baca juga: Alasan Turki Tolak Swedia dan Finlandia Gabung NATO

Sejarawan Henrik Meinander berpendapat bahwa Finlandia secara mental siap untuk bergabung dengan NATO, karena langkah kecil ke arah sana terus diambil sejak jatuhnya Uni Soviet.

Pada 1992, Helsinki membeli 64 pesawat tempur AS. Tiga tahun kemudian, ia bergabung dengan Uni Eropa, bersama Swedia. “Setiap pemerintah Finlandia sejak itu telah meninjau apa yang disebut ‘opsi NATO’,” katanya.

Sementara dari kekuatan tentaranya, negara dengan populasi 5,5 juta jiwa itu, memiliki kekuatan perang 280.000 pasukan, dan total 900.000 cadangan.

Belanja pertahanan "negara nordik" ini juga telah mencapai target yang disepakati NATO sebesar 2 persen dari PDB, sedangkan Swedia telah menyusun rencana untuk melakukannya.

Swedia mengambil jalan yang berbeda pada 1990-an, dengan mengurangi ukuran militernya dan mengubah prioritas dari pertahanan teritorial menjadi misi penjaga perdamaian di seluruh dunia.

Tapi semua kebijakannya berubah pada 2014, ketika Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina. Wajib militer kembali digelar dan pengeluaran pertahanannya meningkat.

Baca juga: Rencana Swedia Jadi Anggota NATO Terhambat Keberatan Turki

Apa dampak keanggotaan NATO?

Presiden Putin telah sering menggunakan prospek perluasan NATO ke Ukraina sebagai pembenaran atas invasinya.

Jadi, bergabungnya Swedia dan Finlandia dengan aliansi akan dianggap sebagai provokasi.

Kementerian luar negeri Rusia mengatakan kedua negara telah diperingatkan tentang "konsekuensi" dari langkah semacam itu.

Dmitry Medvedev, sekutu dekat pemimpin Rusia, memperingatkan bahwa aksesi NATO dapat mendorong Moskwa menyebarkan senjata nuklir di Kaliningrad, wilayah Rusia antara Polandia dan Lithuania.

Meskipun tidak mengabaikan ancaman ini, Alexander Stubb menilai risiko yang lebih realistis adalah serangan dunia maya Rusia, kampanye disinformasi, dan pelanggaran wilayah udara sesekali.

Akankah NATO membuat Swedia dan Finlandia lebih aman?

Setidaknya ada minoritas yang signifikan di Swedia, yang menilai negaranya tetap tidak akan lebih aman di bawah payung NATO.

Deborah Solomon, dari Masyarakat Perdamaian dan Arbitrase Swedia, berpendapat bahwa pencegahan nuklir NATO meningkatkan ketegangan dan risiko perlombaan senjata dengan Rusia.

Menurutnya, kondisi tersebut bisa memperumit upaya perdamaian dan justru membuat Swedia menjadi tempat yang kurang aman.

Baca juga: Rangkuman Hari Ke-82 Serangan Rusia ke Ukraina, Swedia Daftar NATO hingga Evakuasi Tentara dari Azovstal

Ketakutan lain adalah bahwa dengan bergabung dengan aliansi, Swedia akan kehilangan peran utama dalam upaya perlucutan senjata nuklir global.

Margot Wallstrom mengenang bagaimana beberapa menteri luar negeri NATO sangat ditekan oleh AS untuk tidak ambil bagian dalam negosiasi perlucutan senjata PBB pada 2019.

Tapi Hultqvist, menteri pertahanan saat ini, menyatakan tidak ada kontradiksi antara keanggotaan NATO dan ambisi perlucutan senjata Swedia.

Banyak orang Swedia yang skeptis terhadap NATO melihat kembali ke periode 1960-an-80-an. Saat itu, negara itu menggunakan netralitasnya untuk memposisikan diri sebagai mediator internasional dan sekutu dunia terjajah.

Negara itu mampu mengkritik Uni Soviet dan AS secara vokal, dan pada satu titik di tahun 1970-an mengklaim sebagai satu-satunya negara Barat yang mendukung gerakan anti-apartheid Afrika Selatan.

Jika Swedia bergabung dengan NATO, itu berarti "meninggalkan mimpi" menjadi mediator, kata Solomon.

Netralitas Finlandia sangat berbeda karena muncul sebagai syarat perdamaian, yang diberlakukan oleh Uni Soviet dalam "perjanjian persahabatan" 1948. Itu dipandang sebagai cara pragmatis untuk bertahan dan mempertahankan kemerdekaan negara.

Baca juga: Turki: Finlandia Gabung NATO dengan Damai, Swedia Provokatif

“Netralitas Swedia adalah masalah identitas dan ideologi, sedangkan di Finlandia masalah eksistensi,” kata Henrik Meinander.

Sejarawan itu yakin, Swedia bahkan mampu berdebat tentang keanggotaan NATO salah satunya karena dia menggunakan Finlandia dan Baltik sebagai "zona penyangga".

Di sisi lain, Finlandia sebenarnya sudah meninggalkan netralitasnya setelah Uni Soviet runtuh.

Ia melihat ke Barat dan berusaha membebaskan diri dari lingkup pengaruh Soviet. Bergabung dengan Uni Eropa dipandang tidak hanya menawarkan keuntungan ekonomi tetapi juga keuntungan keamanan.

Iro Sarkka menilai, bergabung dengan NATO pada awal 1990-an mungkin menjadi langkah yang terlalu besar bagi Finlandia, yang ketika itu baru muncul sebagai “negara netral”.

Tetapi waktu dan persepsi tentang risiko sudah berubah sekarang, kebanyakan orang Finlandia mengatakan mereka siap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com