Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/05/2022, 07:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

MANILA, KOMPAS.com - Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr unggul dalam pemilihan presiden di Filipina. Marcos Jr menang telak dalam persaingan menggantikan Presiden Rodrigo Duterte. Kemenangan Marcos Jr ini menjadi torehan baru bagi kebangkitan dinasti politik keluarganya.

Sebelumnya sang ayah, Ferdinand Marcos Sr, digulingkan dalam demonstrasi besar pada 1986 atas tuduhan korupsi, pelanggaran HAM, hingga kepemimpinan yang diktatorial selama dua dekade.

Baca juga: Saat Lukisan Picasso “Ditemukan” di Rumah Imelda Marcos Usai Putranya Menang Pemilihan…

Kemenangan Marcos Jr juga tidak lepas dari penyatuan dua kekuatan dinasti politik di Filipina. Marcos Jr mendaulat Sara Duterte, putri Presiden Rodrigo Duterte. "Dalam pemilu kali ini, dinasti politik Marcos yang kuat di utara Filipina, menjalin kekuatan dengan dinasti politik Duterte yang kuat di bagian selatan,” ujar Yosef Djakababa, dosen Hubungan Internasional, Kajian Asia Tenggara dari Universitas Pelita Harapan.

Sejumlah analisis menyebutkan, kemenangan Marcos Jr juga dipengaruhi oleh hasil dari kampanye selama beberapa dekade untuk meningkatkan citra publik keluarga. Filipina menghadapi dominasi jumlah pemilih muda pada pemilu tahun ini. Hal ini yang menjadi salah satu kunci kemenangan Marcos Jr.

"Faktor lainnya adalah pemilih muda di Filipina yang tidak mengalami rezim pemerintahan Marcos Sr Mereka menghadapi disinformasi mengenai sejarah yang beredar di media sosial sejak dua tahun terakhir,” ujar Yosef Djakababa kepada DW Indonesia.

Baca juga: Ferdinand Marcos Jr Jadi Presiden Filipina, Ini Respons China dan AS

Disinformasi dan pengaruh pada pemilih muda

Marcos Sr memerintah Filipina dari 1965 sampai 1986. Dia memimpin sebagai diktator di bawah undang-undang darurat militer dari tahun 1972 sampai 1981. Selama periode tersebut, menurut kelompok hak asasi manusia lebih dari 60.000 orang ditahan, lebih dari 30.000 disiksa, dan diperkirakan sekitar 3.000 dibunuh.

Dia digulingkan dalam sebuah revolusi damai pada 1986 dan meninggal pada 1989 dalam pengasingan di Hawaii.

Setelah keluarga Marcos diizinkan kembali ke Filipina pada 1991, Marcos Jr dan ibunya Imelda dengan cepat kembali ke dunia politik. Imelda Marcos terpilih menjadi anggota kongres selama empat periode.

Baca juga: Anak Diktator Ferdinand Marcos Jadi Presiden Filipina, Kenapa Warga Gembira?

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Kajian Asia Tenggara dari Universitas Indonesia Linda Sunarti menyebutkan, sikap lupa pada sejarah masa lampau turut mendorong munculnya elektabilitas dinasti politik Marcos di Filipina.

"Ini tidak lepas dari budaya masyarakat Asia Tenggara yang mudah melupakan masa lalunya,” tutur Linda.

Di sisi lain, Marcos Jr berhasil meraup banyak atensi pemilih muda Filipina yang umumnya memperoleh informasi melalui media digital.

"Mereka mengonsumsi bagaimana narasi-narasi di media sosial mengenai sejarah Marcos sebagai era keemasan Filipina. Generasi muda termakan oleh narasi itu. Ini lebih mengkhawatirkan bagaimana medsos berdampak pada pemilih muda,” ungkap Yosef Djakababa.

Baca juga: Korban Era Marcos Senior Ungkap Kekhawatiran atas Naiknya Putra Diktator Filipina ke Puncak Kekuasaan

Disinformasi soal isu politik, bagaimana di Indonesia?

Dengan kondisi pemilu yang hampir sama dengan Filipina, Indonesia menghadapi banyaknya jumlah pemilih muda pada pemilu 2024 mendatang. "Jika kita mengacu pada DPT Pemilu 2019 dan juga hasil sensus BPS pada 2020, bisa diperkirakan pada 2024 pemilih muda menjadi pemilih dominan di Indonesia,” ungkap Titi Anggrini, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Perludem mencatat karakteristik pemilih muda yang lahir sebagai generasi digital native cenderung mencari informasi melalui platform digital.

"Apa yang terjadi di Filipina menjadi berharga. Generasi muda hidup di zaman arus deras informasi yang terdisrupsi. Hal ini menjadi kelompok pemilih muda rentan terpapar disinformasi,” pungkas Titi Anggraini.

Derasnya arus informasi pada platform digital menjadi masalah serius dalam pergelaran pesta demokrasi, tidak kecuali Indonesia.

Yosef Djakababa menyebutkan, pemilih muda di Indonesia bisa rentan dipengaruhi oleh kasus yang sama seperti di Filipina, hal ini karena pembelajaran sejarah yang kurang, ditambah minimnya literasi digital.

Baca juga: Marcos Jr Klaim Menang Pilpres Filipina: Nilai Saya Bukan dari Leluhur, tapi Tindakan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com