Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protes di Sri Lanka Berlanjut, Polisi Diperintahkan Pakai Peluru Tajam untuk Tahan Kerusuhan

Kompas.com - 11/05/2022, 18:02 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber AFP

COLOMBO, KOMPAS.com - Polisi Sri Lanka telah diperintahkan untuk melakukan serangan dan menggunakan peluru tajam untuk mencegah "anarki".

Seorang pejabat tinggi Sri Lanka mengungkapkan informasi itu kepada AFP pada Rabu (11/5/2022).

Polisi Sri Lanka mengatakan delapan orang tewas sejak Senin (9/5/2022), ketika frustrasi atas krisis ekonomi yang mengerikan di negara itu meletus menjadi kekerasan antara pendukung dan penentang Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Baca juga: Kerusuhan di Sri Lanka Berlanjut, Pihak Berwenang Terbitkan Perintah Tembak di Tempat

Sejak awal pekan insiden itu telah melukai lebih dari 200 orang.

Bahkan dengan penerapan jam malam dan ribuan pasukan keamanan diperintahkan untuk "menembak di tempat" untuk mencegah kerusuhan lebih lanjut, sebuah hotel mewah yang dikatakan milik kerabat Rajapaksa dibakar pada Selasa malam.

"Ini bukan lagi kemarahan spontan, tetapi kekerasan terorganisir," kata pejabat senior keamanan yang tidak mau disebutkan namanya itu.

"Jika situasinya tidak dikendalikan, bisa terjadi anarki total," tambah dia.

Dia mengatakan sebanyak 85.000 polisi telah diminta untuk mengambil sikap ofensif dan telah diperintahkan untuk menggunakan peluru tajam melawan pembuat onar.

Selain kebakaran hotel, pada Selasa malam, polisi Sri Lanka mengaku telah menembak ke udara di dua lokasi untuk membubarkan massa yang mencoba membakar kendaraan.

Mereka juga meningkatkan keamanan untuk beberapa hakim, dengan mengatakan bahwa mereka juga menjadi sasaran.

Baca juga: Tentara Sri Lanka Evakuasi Mantan Perdana Menteri dari Kediamannya yang Dikepung Massa

Tuntutan pendemo

Pada Rabu, pengunjuk rasa menentang jam malam dan tetap berkemah di depan kantor presiden.

"Kami ingin seluruh klan Rajapaksa keluar karena mereka sangat korup. Mereka telah makan di Sri Lanka seperti ulat yang memakan buah atau daun," kata aktivis Kaushalya Fernando kepada AFP.

Dalam sebuah tweet, Rajapaksa pada Rabu menyerukan agar semua orang Sri Lanka bergandengan tangan sebagai satu kesatuan untuk mengatasi tantangan ekonomi, sosial, dan politik.

Namun, partai oposisi utama SJB menegaskan bahwa mereka tidak akan menjadi bagian dari pemerintahan manapun dengan Rajapaksa masih menjadi presiden, bahkan setelah saudaranya Mahinda mengundurkan diri sebagai perdana menteri (PM) Sri Lanka pada Senin kemarin.

Baca juga: Massa Bakar Beberapa Rumah Milik Keluarga Presiden Sri Lanka hingga Anggota Parlemen

Pemerintah Rajapaksa pada 2020 memulihkan hak konstitusional presiden untuk mengangkat dan memecat menteri serta hakim.

"Dengan kedok massa yang marah, kekerasan dihasut sehingga pemerintahan militer dapat ditegakkan," cuit kepala SJB Sajith Premadasa.

"Aturan hukum harus dipertahankan melalui konstitusi bukan dengan SENJATA. Saatnya memberdayakan warga negara, bukan melemahkannya," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com