Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Militer Myanmar Tak Melunak, Protes Pukul Panci dan Wajan Kini Dianggap Pengkhianatan

Kompas.com - 27/01/2022, 13:15 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Warga Myanmar yang memukul panci dan wajan sebagai protes atas kudeta tahun lalu dapat didakwa dengan pengkhianatan tingkat tinggi.

Peringatan itu dikeluarkan junta pada Selasa (25/1/2022), beberapa hari menjelang peringatan satu tahun kudeta militer Myanmar.

Baca juga: Perusahaan Minyak Perancis dan AS Tinggalkan Myanmar

Kudeta 1 Februari menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi dan mengirim negara Asia Tenggara itu ke dalam kekacauan, dengan ekonomi terjun bebas dan hampir 1.500 warga sipil tewas dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.

Hampir setahun junta berjuang mematahkan perlawanan terhadap kekuasaannya. Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) bentrok secara teratur dengan pasukan junta di banyak daerah.

Militer telah menyatakan semua kelompok PDF, serta "Pemerintah Persatuan Nasional" (NUG) yang didominasi oleh anggota parlemen dari partai Suu Kyi, sebagai "teroris".

AFP mewartakan sebuah pernyataan pada Selasa (25/1/2022) menyatakan, kelompok PDF dan NUG mendorong orang untuk "menghancurkan stabilitas negara ... dengan melakukan pemogokan, bertepuk tangan, memukul panci dan wajan, membunyikan klakson mobil dan lain-lain".

Mereka yang terlibat dalam protes "atau yang menyebarkan propaganda" terhadap militer atau dengan melakukan agitasi terhadap militer, dapat didakwa dengan pengkhianatan tingkat tinggi di bawah undang-undang anti-terorisme, tambahnya.

Baca juga: Cerita Nakes Myanmar Melawan Junta, Boikot RS Pemerintah dan Rawat Pasien dari “Bawah Tanah”

Sejak kudeta militer Myanmar, kota-kota di seluruh Myanmar secara berkala melakukan protes dengan membunyikan suara dari pukulan panci dan wajan, sebuah praktik yang secara tradisional dikaitkan dengan usaha mengusir roh jahat.

Pada Desember "Aksi Pemogokan" mengosongkan kota-kota di seluruh negeri ketika, pengunjuk rasa menandai Hari Hak Asasi Manusia.

Pengkhianatan dan pelanggaran teror dapat dikenakan hukuman mulai dari tiga tahun penjara sampai mati, meskipun Myanmar belum melakukan eksekusi yudisial dalam beberapa dekade.

Sejak kudeta militer Myanmar hampir 1.500 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan lebih dari 11.000 ditangkap, menurut kelompok pemantau lokal.

Pada Selasa (25/1/2022), Human Rights Watch menyerukan sanksi untuk memblokir pembayaran mata uang asing ke junta dari industri gas alam Myanmar yang menguntungkan.

Baca juga: Jokowi Telepon Hun Sen, Ingatkan Tak Undang Junta Myanmar jika Perdamaian Gagal

Pernyataan itu muncul beberapa hari setelah raksasa energi Total Energies dan Chevron mengatakan bahwa mereka akan meninggalkan negara itu, menyusul tekanan dari kelompok hak asasi manusia untuk memutuskan hubungan keuangan dengan junta militer.

"Pendapatan gas alam untuk junta akan terus berlanjut karena perusahaan lain akan mengambil alih operasi mereka," kata John Sifton, direktur advokasi Asia dari kelompok hak asasi manusia.

PTT milik negara Thailand dan POSCO Korea Selatan, dua perusahaan energi utama yang tersisa di Myanmar, harus memberi sinyal dukungan mereka untuk tindakan semacam itu, desaknya.

"Para pemimpin Junta tidak akan berpaling dari kebrutalan dan penindasan mereka, kecuali dengan memberikan tekanan keuangan yang lebih signifikan kepada mereka."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com