TAIPEI, KOMPAS.com – Di tengah ancama China yang semakin besar, Taiwan berupaya keras mempercepat reformasi angkatan bersenjatanya dan memodernisasi alutsistanya.
Upaya-upaya Taiwan tersebut berjalan paralel dengan pendekatan holistik terbaru mereka melalui strategi pertahanan yang dinamakan Konsep Pertahanan Menyeluruh (ODC).
Melansir The National Interest, ODC dirumuskan pada akhir 2010-an oleh mantan Kepala Staf Umum Taiwan Laksamana Lee Hsi-ming.
Baca juga: Pedang Milik Mantan Presiden Taiwan Chiang Kai-shek pun Dijadikan NFT
Oleh mantan pejabat Kementerian Pertahanan AS Drew Thompson, strategi OCD merupakan pendekatan baru yang revolusioner untuk pertahanan Taiwan.
Thompson menuturkan, ODC didasarkan pada strategi realistis inti bahwa militer Taiwan tidak dapat memenangi perang konvensional melawan China di Selat Taiwan.
Taiwan realistis bahwa perbandingan kekuatan militernya dengan China sangatlah jomplang, baik dari segi jumlah personel, jumlah senjata, maupun kelengkapan senjata.
Di sisi lain, China juga terus memodernisasi kekuatan militernya dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Menurut para pendukung ODC, Taiwan harus mengadopsi postur pertahanan asimetris untuk memastikan keamanannya dalam beberapa dekade mendatang.
Baca juga: Konflik China-Taiwan Kembali Panas, Seimbangkah Kekuatan Militer Keduanya?
Artinya, negara tersebut harus memfokuskan sumber dayanya yang terbatas untuk mencegah serangan.
Dan jika strategi itu gagal, mau tak mau mereka harus mengalahkan invasi dan pendudukan China di Taiwan.
Salah satu pilar inti ODC adalah menjaga kekuatan.
Militer Taiwan harus mampu bertahan dari gelombang awal serangan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) terhadap aset-aset dan infrastruktur penting negara itu.
Sejalan dengan strategi itu, Taiwan harus mempertahankan kemampuan untuk melancarkan serangan balik setelah serangan awal PLA.
Baca juga: Puing-puing F-16 Jet Tercanggih Taiwan Ditemukan di Laut, Pilotnya Belum
Pendekatan ini mencakup penanggulangan elektronik (ECCM) seperti sistem komunikasi anti-jamming serta komposisi kekuatan yang berfokus pada mobilitas dan persembunyian.
Penjagaan kekuatan menjadi sangat penting. Pasalnya, PLA mungkin tidak dapat mengalahkan aset-aset AS di Pasifik secara langsung.
Namun, PLA memiliki sarana untuk menahan dan menunda kedatangan pasukan AS cukup lama untuk menyelesaikan pendudukannya di Taiwan.
Jadi, menurut ODC, adalah tanggung jawab militer Taiwan untuk menahan kekuatan invasi China selama mungkin hingga bantuan datang.
Sistem persenjataan asimetris seperti ranjau laut, pesawat nirawak (UAV), dan instalasi pertahanan rudal pantai sangat penting untuk upaya tersebut.
Baca juga: Jet F-16 Taiwan Jatuh ke Laut, Pelatihan Tempur Ditangguhkan
Strategi ini telah diimplementasikan melalui reformasi militer terbaru yang memberdayakan para komandan regional untuk membuat keputusan yang penting mengenai pergerakan pasukan dan penyebaran dengan cara yang terdesentralisasi.
Lee Hsi-ming menekankan bahwa Taiwan “akan menghargai bantuan apa pun dari Washington” dan bahwa dukungan militer AS yang berkelanjutan merupakan bagian integral dari keamanan Taiwan.
Namun, prinsip inti rencana pertahanan tersebut dirancang untuk independen jika terjadi skenario terburuk yakni tidak ada bantuan militer AS.
“Militer Taiwan tidak akan berasumsi bahwa AS akan mengorbankan nyawa orang Amerika untuk mempertahankan pulau itu,” tulisnya dalam artikel yang diterbitkan oleh The Diplomat.
Jika China menyerang, pasukan Taiwan akan berusaha untuk merusak pasukan penyerang di zona pesisir dengan sangat parah.
Baca juga: Persiapan Invasi China, Taiwan Gelar Latihan Perang Perkotaan
Pasukan Taiwan kemudian akan bergeser untuk mencegah PLA membangun tempat berpijak di pulau tersebut.
Jika PLA berhasil mendapat pijakan di sana, maka tidak hanya tentara, penduduk sipil akan dimobilisasi untuk bergerilya besar-besaran mencegah tentara China maju.
Pada saat itu, setiap warga negara Taiwan akan direkrut sebagai milisi yang bisa meningkat menjadi perang kota besar-besaran.
Seperti yang dikatakan Lee Hsi-ming, “Adalah tanggung jawab rakyat Taiwan untuk memutuskan nasib mereka dan memperjuangkan eksistensi mereka.”
Baca juga: Presiden Taiwan Peringatkan China: Militer Bukan Jawaban atas Konflik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.