ALMATY, KOMPAS.com - Sebanyak 164 orang tewas dalam kerusuhan Kazakhstan selama seminggu terakhir, menurut Kementerian Kesehatan negara itu.
Demonstrasi pertama kali dimulai karena kenaikan harga bahan bakar, tetapi tumbuh untuk mengekspresikan frustrasi yang lebih luas tentang pemerintah.
Baca juga: Akar Kerusuhan Kazakhstan: 30 Tahun Pemerintahan Otokratik dan Hasil Ekonomi yang Tidak Merata
Panasnya situasi mendorong aliansi militer yang dipimpin Rusia untuk mengirim tentara ke negara itu.
Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), aliansi militer enam negara bekas Soviet yang dipimpin Rusia, setuju untuk mengirim sekitar 2.500 tentara ke Kazakhstan setelah permintaan dari Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev.
Mereka yang tewas termasuk 103 orang di Almaty, kota terbesar di Kazakhstan, tempat para demonstran menyerbu gedung-gedung pemerintah dan membakar beberapa, menurut keterangan pejabat kesehatan Kazakhstan melansir Sky News pada Minggu (9/1/2022).
Kantor presiden mengatakan pihak berwenang sekarang telah mendapatkan kembali kendali atas gedung-gedung, dan situasi di negara itu telah stabil.
Stasiun TV Rusia Mir-24 mengatakan tembakan sesekali terdengar di kota itu pada Minggu (9/1/2022), tetapi tidak jelas apakah itu tembakan peringatan oleh polisi.
Baca juga: Kerusuhan Kazakhstan Bisa Berdampak Global, Pengaruhi Minyak hingga Bitcoin
Tiga dari korban berusia di bawah 18 tahun, termasuk seorang gadis berusia empat tahun, menurut Ombudsman Kazakhstan untuk hak-hak anak.
Lebih dari 2.200 orang terluka selama kerusuhan Kazakhstan, 1.300 di antaranya aparat petugas keamanan, kata para pejabat.
Ada juga sekitar 5.800 orang yang ditahan oleh polisi, kata kantor presiden Kazakhstan, dengan mengklaim itu "sejumlah besar warga negara asing".
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.