Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelanggar Aturan Covid di China Dihukum dengan Dipermalukan di Depan Umum

Kompas.com - 31/12/2021, 22:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

BEIJING, KOMPAS.com - Polisi antihuru-hara bersenjata di China selatan mengarak empat orang ke jalanan. Mereka diduga melanggar aturan di tengah pandemi Covid-19.

Tapi hukuman ini mendapat kritikan, karena Pemerintah China yang kembali menggunakan hukuman kontroversial, yakni mempermalukan warga di depan publik.

Memberikan hukuman dengan cara mempermalukan orang di depan publik telah dilarang di China, tapi dalam beberapa bulan terakhir kembali diberlakukan saat Pemerintah daerah berupaya menegakkan kebijakan nasional yang ingin kasus Covid-19 ada di angka nol.

Baca juga: India: China Beri Nama Formal di Himalaya

Guangxi News, media yang dikelola pemerintah melaporkan, empat tersangka mengenakan masker dalam setelan hazmat sambil membawa papan yang menampilkan foto dan nama mereka.

Keempat orang itu diarak di depan kerumunan warga di kota Jingxi, wilayah Guangxi, dekat perbatasan China dan Vietnam, pekan ini.

Dalam foto terlihat setiap tersangka dibawa oleh dua petugas polisi dengan dikelilingi polisi lainnya yang memakai perlengkapan anti huru-hara, beberapa di antaranya bahkan memegang senjata.

Keempatnya dituduh mengangkut migran ilegal saat sebagian besar perbatasan China ditutup karena pandemi, demikian laporan Guangxi News.

Baca juga: Cuma Butuh 42 Detik, Satelit China Bisa Foto Kota San Francisco AS dengan Resolusi Tinggi

Ini seperti mimpi

Pada 1998, pihak berwenang di China diperintahkan untuk menghentikan tradisi lama yang menghukum pelaku kejahatan atau pelanggar aturan dengan cara mempermalukan mereka di depan umum.

Namun, hukuman ini pernah diberlakukan kembali saat Pemerintah China menindak tegas kegiatan prostitusi.

Pada 2010, larangan kembali diberlakukan di tengah protes soal penghinaan publik terhadap pekerja seks.

Agustus 2021, mempermalukan di depan publik menjadi salah satu tindakan disipliner yang diumumkan oleh Pemerintah daerah, sebagai bentuk hukuman bagi mereka yang melanggar aturan kesehatan.

Guangxi News mengatakan arak-arakan tersebut memberikan peringatan nyata kepada warga, serta untuk mencegah kejahatan terkait perbatasan.

Baca juga: China Ancam Langkah Tegas Jika Taiwan Memilih Kemerdekaan

Sejumlah outlet media maupun pengguna media sosial mengkritik kebijakan ini.

Meskipun Jingxi di bawah tekanan luar biasa untuk mencegah penularan Covid-19 dari luar, "tindakan itu sangat melanggar semangat supremasi hukum dan tidak dapat dibiarkan terjadi lagi", kata Beijing News yang berafiliasi dengan Partai Komunis China.

"(Melihat ini) rasanya seperti membuka kenangan lama dan membuat orang-orang terkejut," kata Zhang Xianwei, pengacara dari provinsi Henan, dalam sebuah video yang diunggah ke media sosial.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com