JENEWA, KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kasus varian Omicron telah terdeteksi di 38 negara, tapi belum ada kematian karenanya.
WHO mengumumkan temuan itu pada Jumat (3/12/2021) ketika pihak berwenang di seluruh dunia tengah bergegas untuk membendung penyebaran varian Covid-19 yang sangat bermutasi ini.
Laporan temuan nol kematian akibat Covid-19 varian Omicron ini bisa menjadi kabar baik. Tapi, semua negara diharapkan tidak boleh lengah.
Baca juga: 4 Negara Sekitar Indonesia Umumkan Kasus Varian Omicron, Terbaru Malaysia dan Singapura
Penyebaran Covid-19 varian Omicron yang masif dikhawatirkan dapat merusak pemulihan ekonomi global.
Amerika Serikat (AS) dan Australia menjadi negara terbaru yang mengonfirmasi kasus varian Omicron yang ditularkan secara lokal.
Infeksi varian ini juga menyebabkan lonjakan total kasus Covid-19 di Afrika Selatan melewati sekitar 3 juta.
WHO telah memperingatkan bahwa perlu waktu berminggu-minggu untuk menentukan seberapa menular varian Omicron, apakah varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah dan seberapa efektif perawatan dan vaksin untuk melawannya.
"Kami akan mendapatkan jawaban yang dibutuhkan semua orang di luar sana," kata Direktur Kedaruratan WHO, Michael Ryan seperti dilansir dari AFP.
WHO mengatakan pada Jumat bahwa pihaknya memang belum menemukan laporan kematian terkait varian Omicron.
Baca juga: Australia Temukan Kasus Lokal Pertama Covid-19 Varian Omicron
Meski demikian, penyebaran varian baru ini bisa menjadi peringatan bahwa itu dapat menyebabkan lebih dari setengah kasus Covid-19 di Eropa dalam beberapa bulan ke depan.
Director Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, berpendapat varian baru juga dapat memperlambat pemulihan ekonomi global, seperti yang terjadi pada varian Delta.
"Bahkan sebelum kedatangan varian baru ini, kami sudah khawatir tentang proses pemulihan (ekonomi global). Sementara ini malah berlanjut dan kehilangan momentum," katanya, Jumat.
"Varian baru yang mungkin menyebar sangat cepat ini dapat merusak kepercayaan diri," tambah Georgieva.
Sebuah studi awal oleh para peneliti di Afrika Selatan, di mana varian Omicron pertama kali dilaporkan pada 24 November 2021, menunjukkan bahwa varian ini bisa tiga kali lebih mungkin menyebabkan infeksi ulang dibandingkan dengan varian Delta atau varian Beta.
Presiden Federasi Internasional Palang Merah (IFRC), Francesca Rocca, menilai munculnya varian Omicron adalah bukti nyata dari bahaya tingkat vaksinasi global yang tidak merata.
Baca juga: Kata CDC Afrika soal Omicron: Tetap Tenang, Tak Perlu Panik