"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Farhan kepada Reuters.
Komisi 1 DPR yang mengurusi pertahanan dan luar negeri, kata Farhan, mempertanyakan sikap pemerintah.
"Dalam pendalaman itu terungkaplah China pernah mengirim surat protes. Ada dua surat protes diplomatik yaitu latihan bersama Garuda Shield dan protes keberadaan drilling (pengeboran) itu," ujar Muhammad Farhan kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (2/12/2021).
Farhan mengaku tidak mengetahui persis tanggal dua surat itu dikirim karena nota diplomatik hanya boleh dibuka dan dilihat oleh pihak yang memiliki kewenangan diplomatik.
Akan tetapi, merujuk pada dua peristiwa yang disinggung China, dia memperkirakan surat protes tersebut dikirim dalam rentang antara Agustus hingga awal September.
Kementerian Luar Negeri RI, sambungnya, membalas nota diplomatik itu.
"Pemerintah mengirim surat balasan yang mengatakan bahwa protes itu tidak bisa kami terima karena kalau drilling (pengeboran) di wilayah landasan kontingen sesuai UNCLOS. Kalau latihan, karena kita tidak punya pakta pertahanan dengan siapapun."
"Karena (pemerintah) butuh dukungan politik, maka DPR perlu menyatakan dukungan atas sikap itu."
Baca juga: RI Diminta Tak Tanggapi Protes China soal Pengeboran Minyak dan Gas di Natuna Utara
Sengketa Laut China Selatan telah terjadi sejak tahun 1947. Dasar yang digunakan China untuk mengeklaim seluruh Kawasan Laut China Selatan adalah sembilan garis putus-putus (nine-dash line) yang meliputi sejumlah wilayah milik Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan dan Brunei Darussalam.
Dalam sengketa Laut China Selatan, Indonesia dianggap menjadi penengah dan tidak pernah mengeklaim wilayah itu.
Di beberapa kali kesempatan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta setiap negara menghargai hukum internasional yang tercantum dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang ditetapkan pada 1982.
Tak berapa lama, kapal Penjaga Pantai Indonesia juga ikut berada di sana.
Menanggapi pertanyaan dari Reuters, Kementerian Luar Negeri China mengatakan, kapal Penjaga Pantai China "melakukan kegiatan patroli normal di perairan di bawah yurisdiksi China."
Kemlu China tidak menanggapi pertanyaan tentang komunikasi dengan Indonesia selama pengeboran, dan Kementerian Pertahanan China tidak menanggapi permintaan komentar.