Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilik Kapal Asing Klaim Bayar TNI AL Miliaran Rupiah untuk Bebaskan Kapal yang Ditahan

Kompas.com - 22/11/2021, 18:00 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

SINGAPURA, KOMPAS.com - Belasan pemilik kapal telah melakukan pembayaran masing-masing sekitar 300.000 dollar AS (sekitar Rp 4,2 miliar) untuk membebaskan kapal mereka yang ditahan oleh angkatan laut Indonesia.

Menurut sumber yang mengetahui langsung masalah tersebut, kapal-kapal itu dikatakan angkatan laut Indonesia berlabuh secara ilegal di perairan Indonesia dekat Singapura.

Para sumber tersebut termasuk pemilik kapal, awak kapal dan sumber keamanan maritim yang semuanya terlibat dalam penahanan dan pembayaran, yang menurut mereka dilakukan secara tunai kepada perwira angkatan laut atau melalui transfer bank ke perantara yang mengatakan kepada mereka bahwa mereka mewakili angkatan laut Indonesia.

Baca juga: TNI AL Bantah Serobot Lahan 689 Hektar di Aru, Danlantamal: Tidak Benar Kami Merampas, Itu Tanah Negara

Reuters tidak dapat mengonfirmasi secara independen bahwa pembayaran dilakukan kepada perwira angkatan laut atau menetapkan siapa penerima akhir dari pembayaran tersebut.

Penahanan dan pembayaran pertama kali dilaporkan oleh Lloyd's List Intelligence, sebuah situs web industri.

Laksamana Muda Arsyad Abdullah, komandan armada angkatan laut Indonesia untuk wilayah tersebut, mengatakan dalam tanggapan tertulis atas pertanyaan Reuters bahwa tidak ada pembayaran yang dilakukan kepada angkatan laut dan mereka juga tidak mempekerjakan perantara dalam kasus hukum.

“Tidak benar Angkatan Laut Indonesia menerima atau meminta bayaran untuk membebaskan kapal-kapal itu,” kata Abdullah.

Dikatakannya, dalam tiga bulan terakhir terjadi peningkatan jumlah penahanan kapal karena berlabuh tanpa izin di perairan Indonesia, menyimpang dari jalur pelayaran, atau berhenti di tengah jalur untuk waktu yang tidak wajar. Semua penahanan itu sesuai dengan hukum Indonesia, kata Abdullah.

Selat Singapura, salah satu jalur air tersibuk di dunia, dipenuhi oleh kapal-kapal yang menunggu berhari-hari atau berminggu-minggu untuk berlabuh di Singapura, pusat pelayaran regional di mana pandemi Covid-19 telah menyebabkan penundaan yang lama.

Perairan Singapura termasuk yang tersibuk di dunia.REUTERS/GAVIN MAGUIRE via ABC INDONESIA Perairan Singapura termasuk yang tersibuk di dunia.
Kapal-kapal itu telah bertahun-tahun berlabuh di perairan di sebelah timur Selat saat mereka menunggu untuk berlabuh, dan percaya bahwa mereka berada di perairan internasional sehingga tidak bertanggung jawab atas biaya pelabuhan apa pun, kata dua analis maritim dan dua pemilik kapal.

Angkatan Laut Indonesia mengatakan daerah ini berada di dalam perairan teritorialnya dan bermaksud untuk menindak lebih keras kapal-kapal yang berlabuh di sana tanpa izin.

Seorang juru bicara Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura, sebuah lembaga pemerintah, menolak berkomentar.

Baca juga: Spesifikasi dan Asal-usul Nama 2 Kapal Perang yang Diserahkan Prabowo ke TNI AL

Tahanan yang sempit

Sekitar 30 kapal, termasuk kapal tanker, kapal cargo dan lapisan pipa, telah ditahan oleh angkatan laut Indonesia dalam tiga bulan terakhir dan sebagian besar telah dibebaskan setelah melakukan pembayaran 250.000 hingga 300.000 dollar AS (Rp 3,5-4,2 miliar), menurut dua pemilik kapal dan dua sumber keamanan maritim yang terlibat.

Melakukan pembayaran ini lebih murah daripada berpotensi kehilangan pendapatan dari kapal yang membawa kargo berharga, seperti minyak atau biji-bijian, jika mereka ditahan selama berbulan-bulan saat sebuah kasus disidangkan di pengadilan Indonesia, kata dua pemilik kapal.

Dua awak kapal yang ditahan mengatakan, para pelaut angkatan laut bersenjata mendekati kapal mereka dengan kapal perang, menaiki kapal mereka dan mengawal kapal ke pangkalan angkatan laut di Batam atau Bintan, pulau-pulau Indonesia di selatan Singapura, melintasi Selat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com