Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita WNI di India Hidup Diselimuti Polusi Udara Parah: Sudah Biasa Seperti Ini

Kompas.com - 19/11/2021, 09:12 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

NEW DELHI, KOMPAS.com - Kualitas udara yang kian memburuk di ibu kota India, Delhi, membuat beberapa orang khawatir keluar rumah. Namun sebagian besar warga di sana sudah menganggap hal itu sebagai masalah biasa, menurut seorang warga negara Indonesia yang tinggal di sana.

Mohamad Agoes Aufiya, 32 tahun, yang tinggal di Munirka, Delhi Selatan, mengatakan kota itu diselimuti kabut asap dengan jarak pandang sekitar satu kilometer.

"Saya lihat aktivitas warga sedikit menurun karena ada beberapa kegiatan yang diminta pemerintah untuk tidak dilakukan demi mengurangi polusi," kata Agoes kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Ibu Kota India Tutup Sekolah Seminggu karena Polusi Udara Semakin Berbahaya

Pihak berwenang di Delhi telah menutup semua sekolah dan perguruan tinggi sampai batas waktu yang belum ditentukan akibat polusi udara.

Pekerjaan konstruksi juga dilarang hingga 21 November kecuali untuk proyek-proyek transportasi dan terkait pertahanan.

Hanya lima dari 11 pembangkit listrik berbasis batu bara di kota itu yang diizinkan untuk beroperasi.

Kabut asap beracun telah mencekik Delhi sejak Festival Diwali, awal November lalu.

Level PM2.5 - partikel kecil yang dapat menyumbat paru-paru - di Delhi jauh lebih tinggi dari pedoman keselamatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada Selasa (16/11/2021) lalu, beberapa daerah di kota tersebut mencatat angka mendekati atau lebih tinggi dari 400, yang dikategorikan "parah".

Agoes Aufiya, yang tinggal di Delhi sejak 2013, mengatakan warga menganggap kabut asap ini sebagai masalah tahunan.MOHD AGOES AUFIYA/YOUTUBE via BBC INDONESIA Agoes Aufiya, yang tinggal di Delhi sejak 2013, mengatakan warga menganggap kabut asap ini sebagai masalah tahunan.
Angka antara nol dan 50 dianggap "baik", dan antara 51 dan 100 "memuaskan", menurut indeks kualitas udara atau AQI.

Beberapa sekolah sudah ditutup sejak pekan lalu karena polusi. Bahkan, pemerintah mengatakan sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan lockdown untuk meningkatkan kualitas udara seiring awan tebal kabut asap menutupi seluruh kota.

Pelaksana Fungsi Pensosbud KBRI New Delhi, Hanafi, mengatakan pihaknya telah mengimbau para WNI di Delhi untuk mengurangi aktivitas di luar rumah serta bekerja dari rumah demi mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Saat ini terdapat 122 WNI di kota tersebut.

"WNI di Delhi sendiri juga sudah memahami hal ini sehingga umumnya lebih memilih berada di dalam rumah yang biasa dilengkapi air purifier dan menggunakan masker saat sedang berada di luar rumah," kata Hanafi lewat pesan singkat kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Polusi dan Kabut Asap Beracun Makin Mengerikan, Ibu Kota India Tutup Sekolah serta Perguruan Tinggi

Apa penyebab polusi udara di Delhi?

Campuran berbagai faktor seperti emisi kendaraan dan industri, debu, serta pola cuaca membuat Delhi menjadi ibu kota paling tercemar di dunia.

Udara terutama menjadi beracun dalam bulan-bulan musim dingin karena petani di negara-negara bagian tetangga membakar tunggul tanaman.

Grafik tingkat partikel PM2.5 di New Delhi seminggu terakhir.BBC INDONESIA Grafik tingkat partikel PM2.5 di New Delhi seminggu terakhir.
Praktik ini sudah dilarang pada 2015 - tetapi penegakannya lemah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Rangkuman Hari Ke-791 Serangan Rusia ke Ukraina: Bantuan Baru AS | Kiriman Rudal ATACMS

Global
AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

AS Diam-diam Kirim Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina, Bisa Tempuh 300 Km

Global
[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

[POPULER GLOBAL] Demo Perang Gaza di Kampus Elite AS | Israel Tingkatkan Serangan

Global
Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Biden Teken Bantuan Baru untuk Ukraina, Dikirim dalam Hitungan Jam

Global
Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Israel Serang Lebanon Selatan, Sasar 40 Target Hezbollah

Global
Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Situs Web Ini Tawarkan Kerja Sampingan Nonton Semua Film Star Wars, Gaji Rp 16 Juta

Global
Wanita Ini Didiagnosis Mengidap 'Otak Cinta' Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Wanita Ini Didiagnosis Mengidap "Otak Cinta" Setelah Menelepon Pacarnya 100 Kali Sehari

Global
Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Kakarratul, Tikus Tanah Buta yang Langka, Ditemukan di Pedalaman Australia

Global
Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Kisah Truong My Lan, Miliarder Vietnam yang Divonis Hukuman Mati atas Kasus Penipuan Bank Terbesar

Global
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditahan Terkait Skandal Korupsi

Global
Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Olimpiade Paris 2024, Aturan Berpakaian Atlet Perancis Berbeda dengan Negara Lain

Global
Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Adik Kim Jong Un: Kami Akan Membangun Kekuatan Militer Luar Biasa

Global
Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Bandung-Melbourne Teken Kerja Sama di 5 Bidang

Global
Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Global
Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com