Dalam memasang instalasi listrik supaya menjangkau lampu-lampu penerangan jalan dari biogas, kelompoknya memilih patungan. Terkumpullah uang sekitar Rp 20 juta untuk memasang instalasi listrik guna menyalurkan listrik yang dihasilkan dari PLTBg tersebut ke lampu-lampu di jalan.
Perjuangan Supomo dan kelompoknya tersebut berbuah manis karena listrik yang dihasilkan dari PLTBg itu masih menerangi jalan di Desa Dangean setiap malam. “Karena kami sudah berkomitmen untuk mengembangkan energi baru terbarukan,” kata Supomo.
Tak hanya itu, Supomo menuturkan kini ada beberapa kelompok lain yang mengunjungi Desa Dangean untuk mencari tahu bagaimana mengimplementasikan PLTBg. “Untuk informasi lebih lanjut soal perangkat (PLTBg) sudah dihubungkan ke teman-teman Universitas Muhammadiyah Magelang,” ujar Supomo.
Menurut Supomo, biogas untuk memasak juga tengah digencarkan di wilayahnya. Di Dusun Daengan, sudah ada tujuh unit biodigester yang dimiliki oleh para peternak sapi di sana. Baru-baru ini pula, Desa Gedangan menyabet juara III dalam ajang Penghargaan Desa Mandiri Energi Tingkat Jawa Tengah.
Supomo dan kelompoknya berniat untuk terus menggalakkan kemandirian energi di desanya dengan bertransisi menggunakan energi terbarukan.
Baca juga: Diolah Mahasiswa UNS, Limbah Ini Jadi Pupuk dan Biogas
Dosen Prodi Teknik Mesin Otomotif Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Magelang Bagiyo Condro Purnomo mengatakan, teknologi PLTBg yang dikembangkannya tersebut bisa direplikasi dan dudiplikasi di tempat lain. Dia menambahkan, PLTBg itu merupakan hasil modifikasi dari generator berbahan bakar minyak.
Bagiyo berujar, pembangkit listrik berbahan bakar minyak tersebut dimodifikasi melalui pemasangan mixer untuk mencampur udara dan biogas. Namun, dia mengakui masih perlu penelitian yang lebih mendalam mengenai mixer yang tepat agar bisa diadopsi lebih maksimal.
Untuk seperangkat PLTBg yang dikembangkannya tersebut, dana yang dibutuhkan sekitar Rp 20 juta yang meliputi satu unit pembangkit listrik, mixer, dua konverter, empat buah baterai basah, dan beberapa peralatan lain.
Dia menambahkan, PLTBg skala kecil sebenarnya sudah cukup banyak dipakai di peternakan luar negeri, seperti di Australia. Tetapi di Indonesia, dia mengakui bahwa teknologi tersebut di belum banyak dikembangkan.
Bagiyo menuturkan, potensi biogas untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik skala kecil sebenarnya sangat melimpah sebagai salah satu teknologi untuk bertransisi energi. Karena, sejauh pengamatannya, pemanfaatan biogas saat ini masih banyak digunakan untuk memasak.
Sejauh ini, kendala yang dia dan timnya hadapi adalah bagaimana mengoptimalkan sumber biogas untuk diubah menjadi listrik. Dia mencontohkan, untuk biodigester ukuran delapan meter kubik, hanya bisa menghidupkan PLTBg kapasitas 5 kilowatt tersebut sekitar satu sampai dua jam.
Baca juga: Pemanfaatan Energi Biogas dalam Kehidupan Sehari-hari
“Memang tidak banyak yang riset mengenai PLTBg. Mungkin perlu dibesarkan biodigesternya atau ditambah jumlah ternaknya supaya lebih optimal,” ujar Bagiyo, Senin (18/10/2021).
Bagiyo juga mendorong perlunya semakin banyak riset-riset terkait PLTBg tersebut agar teknologi itu bisa semakin masif dikembangkan di Indonesia.
Technical Field Assistant Yayasan Rumah Energi Jihan Ahmad As-sya'bani mengatakan, memang belum ada pabrikan yang membuat PLTBg skala kecil. Sehingga, untuk membuat pembangkit listrik dari tenaga biogas, perlu modifikasi dari teknologi yang telah ada seperti pembangkit listrik tenaga minyak.