Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berutang demi Makan Sehari-hari, Keluarga Miskin Afghanistan Dipaksa Korbankan Anak-anak

Kompas.com - 18/10/2021, 11:53 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Daily Mail

KABUL, KOMPAS.com - Keluarga miskin Afghanistan dipaksa menjual anak-anak Afghanistan untuk melunasi utang, ketika ekonomi negara itu tertatih-tatih di ambang kehancuran total.

Seorang ibu miskin, yang berpenghasilan hanya Rp 10.000 sehari bekerja sebagai pembersih rumah di kota barat Herat, berutang 400 poundsterling (Rp 7,7 juta) kepada seorang pria yang memberi pinjaman uang untuk makan keluarganya sehari-hari.

Baca juga: Taliban Akan Umumkan Izin Sekolah Menengah bagi Anak Perempuan Afghanistan

Wanita itu, yang diidentifikasi sebagai Saleha, diberitahu oleh pemberi pinjaman bahwa utangnya akan dihapus jika dia menjual putrinya yang berusia tiga tahun, Najiba, menurut laporan The Wall Street Journal .

Jika Saleha, 40 tahun, tidak membayar kembali utangnya dalam tiga bulan, putrinya akan dipindahkan dari rumah keluarganya.

Anak perempuan Afghanistan itu lalu akan bekerja di rumah pemberi pinjaman, sebelum dia dinikahkan dengan salah satu putranya ketika dia mencapai pubertas.

Situasi Saleha tidak jarang terjadi di Afghanistan, yang menghadapi krisis kemanusiaan karena cadangan uang menipis dan bantuan internasional terputus.

Keluarga lain di Herat juga terpaksa menjual anak-anak mereka untuk membayar utang mereka, kata warga lainnya Daily Mail pada Minggu (17/10/2021).

Baca juga: ISIS Klaim Dalangi Bom Bunuh Diri di Masjid Syiah Afghanistan

Sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus, ekonomi negara itu berada di ambang kehancuran.

Nilai mata uang Afghanistan runtuh meskipun kekurangan pasokan uang kertas. Sementara harga barang-barang pokok melonjak karena kelangkaan. PBB memperingatkan bahwa makanan bisa segera habis.

Hal ini menyebabkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB minggu ini memperingatkan bahwa Afghanistan bisa menghadapi momen pembangunan atau kehancuran. Maka dia mendesak negara-negara untuk menyuntikkan uang kembali ke ekonomi Afghanistan.

Sebelum pengambilalihan Taliban pada Agustus, negara itu sudah tergantung pada bantuan internasional yang menyumbang 75 persen dari pengeluaran negara.

Afghanistan bergulat dengan krisis likuiditas karena aset tetap dibekukan di AS dan negara-negara lain, dan pencairan dari organisasi internasional telah ditunda.

Efek dari keruntuhan ekonomi dapat terbukti mematikan bagi negara di mana sepertiga penduduknya bertahan hidup dengan kurang dari 2 dollar AS (Rp 28.000) per hari.

Baca juga: Putin: 2.000 Anggota ISIS Berkumpul di Afghanistan Utara, Akan Menyamar Jadi Pengungsi

Sekarang bagi Saleha, entah bagaimana dia harus menemukan cukup uang untuk melunasi utangnya, atau kehilangan putrinya yang berusia tiga tahun. Suaminya, yang jauh lebih tua, tidak bekerja.

Saleha dan keluarganya bekerja di sebuah pertanian di Badghis. Tetapi, dia terpaksa melarikan diri ke Herat karena pertempuran dan kekeringan. Mereka terpaksa meminjam uang untuk makan sehari-hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com