KOMPAS.com - Dampak globalisasi di bidang sosial budaya dapat terlihat dari fenomena pengalaman hidup sehari-hari.
Proses globalisasi budaya melibatkan penyebaran dan difusi ideologi (nilai, gagasan, norma, keyakinan, dan harapan), dan produk budaya lain melampaui batas negara.
Ini merujuk secara khusus pada gagasan bahwa sekarang ada budaya tunggal yang global dan umum, yang ditransmisikan dan diperkuat oleh internet.
Sejarah menunjukkan bahwa proses ini bukanlah proses yang netral. Ideologi dari negara-negara dominanlah yang mendorong dan membingkai globalisasi ekonomi dan politik. Secara umum, inilah yang tersebar di seluruh dunia, menjadi normal dan diterima begitu saja.
Berikut ini pengaruh globalisasi pada sosial budaya masyarakat yang terjadi melalui distribusi dan konsumsi media, barang, dan gaya hidup dari negara lain.
Baca juga: Apa Itu Globalisasi? Definisi, Efek, dan Contohnya
Migrasi merupakan aspek penting dari globalisasi budaya. Proses ini telah berlangsung selama beberapa abad, dengan bercampurnya bahasa, kepercayaan agama, dan nilai-nilai penduduk asing dan lokal.
Proses ini disebarkan melalui penaklukan militer, pekerjaan misionaris, dan perdagangan.
Namun, dalam 30 tahun terakhir, proses globalisasi budaya semakin intensif karena kemajuan teknologi baik teknologi transportasi maupun komunikasi.
Globalisasi makanan adalah salah satu contoh globalisasi budaya yang paling jelas ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Konsumsi makanan merupakan aspek penting dari budaya dan sebagian besar masyarakat di seluruh dunia memiliki pola makan yang unik bagi mereka, namun globalisasi budaya makanan telah dipromosikan oleh raksasa makanan cepat saji, seperti McDonald's, Coca-Cola, dan Starbucks.
Penyebaran perusahaan makanan global ini bisa dibilang menyebabkan penurunan pola makan dan tradisi makan lokal.
Baca juga: Globalisasi: Pengertian dan Sejarah Awal
Globalisasi olahraga contohnya jelas dari berbagai acara olahraga internasional yang dinikmati saat ini. Mulai dari laga sepak bola liga dunia, Piala Dunia dan Olimpiade, dan Formula 1.
Kompetisi olahraga dunia nyatanya berhasil mengikat jutaan orang bersama-sama, dalam pengalaman ditengah waktu luang yang benar-benar dilakukan secara global.
Selain itu, perkembangan media yang ekspansinya didukung oleh jaringan internet telah telah mengglobalkan dampak konten hiburan dari berbagai belahan dunia, salah satunya yang terjadi pada industri K-Pop.
Hari ini di hampir semua kota besar di dunia, masyarakat berbagi 'pengalaman konsumsi' yang serupa.
Semakin banyak orang di Asia dan Amerika Selatan yang datang untuk menikmati gaya hidup konsumsi tinggi seperti di Barat. Termasuk penggunaan barang-barang bermerek mulai dari pakaian, kendaraan dan ponsel dan teknologi yang banyak dipengaruhi negara maju yang industrinya lebih unggul.
Pengaruh globalisasi pada pola konsumsi masyarakat dapat terlihat dari gaya pusat perbelanjaan yang serupa, dan taman rekreasi yang memberikan pengalaman budaya yang homogen di berbagai wilayah di seluruh dunia. Ini juga menciptakan adanya konsumerisme globalisasi.
Baca juga: Dampak Positif dan Negatif Globalisasi
Individu dan keluarga sekarang lebih terhubung langsung ke berita dari dunia luar. Berbagai peristiwa dari berbagai belahan dunia dengan mudah diterima secara real time untuk khalayak global.
Menurut sosiolog Inggris Anthony Giddens, ini berarti bahwa semakin banyak orang yang memiliki 'pandangan global' dan semakin mengidentifikasikan diri dengan masyarakat global.
Misalnya, laporan televisi tentang bencana alam atau perang di belahan dunia lain, dapat dengan mudah menarik simpati maupun kelompok solidaritas di seluruh dunia.
Giddens mengembangkan konsep 'Kosmopolitanisme' untuk menggambarkan proses munculnya identitas global ini.
Sementara itu kritik atas pandangan ini menilai bahwa peningkatan globalisasi bisa memberi ancaman terhadap cara hidup lokal dan memunculkan kemunduran bagi nilai fundamental nasional atau lokalnya.
Baca juga: Karakteristik atau Ciri-ciri Globalisasi
Dalam teks klasiknya tahun 1999, Runaway World, Anthony Giddens berpendapat bahwa salah satu konsekuensi globalisasi adalah detradisionalisasi. Yakni ketika, masyarakat mempertanyakan kepercayaan tradisional mereka tentang agama, pernikahan, peran gender, dan sebagainya.
Dia menggunakan konsep 'detradisionalisasi' daripada 'penurunan tradisi' untuk mencerminkan fakta bahwa dalam banyak kasus, orang melanjutkan cara hidup tradisional mereka, daripada benar-benar mengubahnya.
Tetapi fakta bahwa masyarakat secara aktif mempertanyakan berbagai aspek dalam kehidupannya, membuat masyarakat menjadi jauh lebih tidak stabil utau kurang dapat diprediksi daripada sebelum globalisasi.
Pasalnya, pengaruh globalisasi ini membuat lebih banyak orang menyadari fakta bahwa ada cara alternatif dalam melakukan sesuatu, dan bahwa mereka dapat mengubah tradisi jika mereka mau.
Proses-proses di atas terkait dengan pertumbuhan urbanisasi, terutama pertumbuhan kota-kota global yang memiliki kelas menengah yang berpendidikan tinggi dan terlibat secara politik.
Selain itu menurut sosiolog Jerman Ulrich Beck (1992), fitur mendasar dari globalisasi adalah pengembangan kesadaran risiko global.
Dampak globalisasi itu muncul karena adanya masalah global bersama yang mengancam orang-orang di banyak negara.
Contohnya termasuk ancaman terorisme, perang nuklir internasional, munculnya kejahatan terorganisir yang didanai terutama melalui perdagangan narkoba internasional, dan ancaman kehancuran bumi akibat pemanasan global, hingga ancaman pandemi global.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.