BOGOTA, KOMPAS.com - Martha Sepulveda Campo (51) lebih memilih disuntik mati atau euthanasia, ketimbang menghabiskan sisa hidupnya dengan penyakit parah yang diidapnya.
Perempuan Kolombia berusia 51 tahun itu sempat tersenyum ke kamera televisi sambil bercanda dengan putranya dan minum bir pada Sabtu (9/10/2021), sehari jelang rencana kematiannya.
NBC News mewartakan, Martha Sepulveda akan disuntik mati pada Minggu (10/10/2021). Ia akan menjadi pasien pertama tanpa prognosis terminal langsung — yang diperkirakan akan hidup selama enam bulan atau kurang — yang di-euthanasia di Kolombia.
Baca juga: Selandia Baru Selangkah Lagi Legalkan Euthanasia, Bagaimana dengan Ganja?
Negara itu termasuk pelopor dalam hak atas suntik mati, baik di Amerika Latin maupun secara global.
Namun, pada Sabtu, komite dari pusat di mana Martha Sepulveda berencana menjalani euthanasia pada Minggu, Instituto Colombiano del Dolor, membatalkan keputusan tersebut, dengan mengatakan dia tidak memenuhi persyaratan.
Belum diketahui apakah keluarganya akan mengambil tindakan untuk memaksa prosedur euthanasia dilanjutkan.
Martha Sepulveda mengidap penyakit degeneratif sejak 2019. Seiring waktu, gejalanya semakin parah, hingga dia tidak bisa lagi berjalan tanpa bantuan.
Diagnosisnya adalah amyotrophic lateral sclerosis atau ALS, penyakit sistem saraf yang memengaruhi mobilitas tubuh dan dianggap fatal. Kematian dapat terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
"Dalam keadaan yang saya miliki, hal terbaik yang dapat terjadi pada saya adalah beristirahat," kata Maria Sepulveda dalam wawancara dengan jaringan televisi Kolombia, Noticias Caracol.
Por esa sonrisa lo que sea. pic.twitter.com/uzPkWPqZdk
— Federico Redondo Sepulveda (@Fede0830) September 28, 2021
Kolombia adalah negara pertama di Amerika Latin yang mendekriminalisasi euthanasia pada 1997, dan merupakan salah satu dari sedikit negara di dunia yang prosedurnya legal.
Akan tetapi sampai 2021, euthanasia hanya diperbolehkan dalam kasus penyakit terminal.
Pada 22 Juli, Mahkamah Konstitusi Kolombia memperluas hak, mengizinkan prosedur dilakukan asalkan pasien menderita penderitaan fisik atau mental yang intens akibat cedera tubuh atau penyakit serius, dan tidak dapat disembuhkan, menurut kantor berita EFE.
Empat hari kemudian, Martha Sepulveda meminta izin dan diberikan pada 6 Agustus.
"Saya lebih tenang sejak prosedur itu disahkan. Saya lebih banyak tertawa, saya tidur lebih tenang."
Baca juga: 10 Tokoh Dunia dengan Permintaan Terakhir Paling Aneh
Sebanyak 11 saudara kandungnya mendukung keputusan Martha Sepulveda, dan putranya berada di sisinya selama apa yang dia pikir akan menjadi hari-hari terakhirnya.
"Aku membutuhkan ibuku, aku ingin dia bersamaku, hampir dalam kondisi apa pun, tetapi aku tahu bahwa dalam kata-katanya dia tidak lagi hidup, dia bertahan," ujar Federico Redondo Sepulveda kepada Noticias Caracol.
Namun, tidak semua anggota keluarga mendukung rencana tersebut, terutama karena alasan agama.
Keputusan Martha Sepulveda juga menghadapi kritik keras, di negara dengan mayoritas besar penganut Katolik Roma dan gereja masih menyebut euthanasia sebagai pelanggaran serius.
Martha Sepulveda menyadarinya dan telah mendiskusikannya dengan para pendeta.
"Saya tahu bahwa pemilik kehidupan adalah Tuhan, ya. Tidak ada yang bergerak tanpa kehendaknya," katanya.
Tetapi dia juga mengatakan, dia rasa Tuhan "mengizinkan ini."
Faktanya, lebih dari 72 persen dari responden yang disurvei oleh jajak pendapat Colombia Opina terbaru dari Invamer mengatakan, mereka setuju dengan euthanasia, dengan persentase yang lebih tinggi di kota-kota terbesar di negara itu.
Baca juga: Inilah Makanan Terakhir Para Terpidana Mati: Dari Burger, Kentang Goreng, dan Es Krim
Euthanasia didekriminalisasi di Kolombia pada 1997 dalam kasus penyakit terminal, ketika pasien menderita banyak rasa sakit, memintanya secara sukarela, dan dilakukan oleh dokter.
Namun, Pemerintah Kolombia baru mengeluarkan izin pada 20 April 2015.
Sejak itu, ada 157 euthanaisa yang dilakukan di negara tersebut, menurut data dari Kementerian Kesehatan Kolombia. Rata-rata untuk setiap lima permintaan euthanasia, dua diizinkan, kata DescLAB, Laboratorium Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Pasien euthanasia pertama di Kolombia adalah Ovidio Gonzalez Correa, pria berusia 79 tahun dengan wajah cacat oleh tumor yang menjadi simbol perjuangan hak.
Ketika Martha Sepulveda ditanya tentang pendapat orang-orang bahwa dia harus berjuang hidup alih-alih meminta disuntik mati, dirinya berkata, sudah selesai menjalani pertempuran.
"Saya akan menjadi pengecut, tetapi saya tidak ingin menderita lagi. Berjuang? Saya berjuang untuk meninggal," pungkas Martha Sepulveda.
Baca juga: Australia Batal Bunuh Joe, Merpati yang Sempat Diduga Terbang dari AS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.