Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembangan EBT di Indonesia Masih Terhambat Berbagai Tantangan

Kompas.com - 24/09/2021, 14:15 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih menjumpai berbagai tantangan baik dari sisi teknis, maupun dari segi regulasi, ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Hal tersebut dipaparkan oleh Peneliti Senior Institute for Essential Services Reform (IESR), Handriyanti Diah Puspitarini pada hari ketiga Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021, Rabu (22/09/2021).

Dari sisi regulasi, perempuan yang akrab disapa Yanti tersebut menuturkan bahwa Indonesia belum memiliki peraturan komprehensif yang mendukung pembangunan energi terbarukan secara penuh.

Baca juga: Pekerjaan Rumah Indonesia Masih Besar dalam Transisi Energi

“Peraturan belum secara komprehensif mengatur tarif, insentif, subsidi, dan pengurangan risiko yang berhubungan dengan segala aktivitas pengembangan energi baru terbarukan,” kata Yanti.

“Beberapa peraturan terkait, seperti tarif, sedang disiapkan tapi belum diluncurkan,” sambungnya dalam acara yang diselenggarakan oleh Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan IESR tersebut.

Sedangkan dari sisi investasi, Yanti memaparkan tantangan lainnya yaitu kurangnya ketersediaan pendanaan dari institusi keuangan lokal dan terbatasnya proyek energi terbarukan memenuhi persyaratan bank untuk mendapatkan kredit usaha.

Menurut Yanti, untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan dukungan regulasi yang jelas terlebih dahulu.

Baca juga: Seruan Dekarbonisasi Sistem Energi Secepatnya Melalui IETD 2021

Selain itu, masyarakat juga perlu ditingkatkan kesadarannya untuk mendukung potensi energi terbarukan.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, solusi terkait teknis bisa ditemukan selama teknologi energi baru Indonesia ekonomis.

“Karena kita punya teknologi dan sumber daya untuk menyerap emisi, kita dapat memaksimalkan apa yang kita miliki untuk menekan emisi,” ujar Dadan.

Sedangkan dari pendanaan proyek, Dadan menuturkan bahwa saat ini justru banyak investor sudah mengantre untuk berinvestasi di energi terbarukan.

Baca juga: Pajak Karbon Penting untuk Menekan Pertumbuhan Emisi Gas Rumah Kaca

Agar pembiayaan berjalan efektif, menurut Dadan saat ini pemerintah masih perlu membuat prioritas tentang jenis energi terbarukan yang akan dikembangkan.

“Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang sudah ditandatangani, kita akan memberikan fokus lebih luas terhadap PLTS (pembangkit listrik tenaga surya," jelas Dadan.

"Sementara untuk proyek yang sudah ada seperti proyek panas bumi akan terus diekspansi, demikian juga untuk PLTA (pembangkit listrik tenaga air),” imbuh Dadan.

Senada dengan Dadan, CEO Pertamina Power Indonesia Dannif Danusaputro membenarkan bahwa saat ini banyak pihak yang ingin berinvestasi dalam proyek EBT di Indonesia.

Baca juga: Upaya Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Harus Lebih Ambisius

Sebab, dukungan pendanaan dari investor makin terbatas untuk berinvestasi di proyek energi fosil dengan semakin menguatkan komitmen iklim banyak negara di dunia.

“Masalahnya mereka mencari proyek yang ukurannya cukup besar, dan kita belum terlalu banyak proyek dengan ukuran besar, katakanlah di atas 50 megawatt. Proyek yang di atas itu yang perlu dikembangkan agar bankable,” kata Dannif.

Kepala Sosial Ekonomi dan Kebijakan IRENA Ulrike Lehr berujar, rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih tinggi pada 2050 jika mendorong pertumbuhan ekonomi yang rendah karbon.

Permasalahan sosial yang mungkin muncul terkait hilangnya pekerjaan di industri bahan bakar fosil dapat dikompensasi dengan mudah dengan terbukanya lapangan pekerjaan di industri lainnya yang akan tumbuh lebih cepat.

Baca juga: Efek Pembatasan Covid-19 Emisi Gas Rumah Kaca Australia Turun ke Level Terendah

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com