Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Salvator Mundi, "Lukisan Terakhir" Leonardo da Vinci yang Penuh Teka-teki

Kompas.com - 21/09/2021, 11:47 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

RIYADH, KOMPAS.com - Di suatu tempat di Arab Saudi, disembunyikan dari publik atas perintah Putra Mahkota Mohammad bin Salman, adalah lukisan termahal di dunia, Salvator Mundi karya Leonardo da Vinci. Namun, apakah lukisan itu benar-benar karya sang pelukis termasyhur?

Tidak ada seorang pun di dunia seni yang tahu pasti di mana lukisan itu berada. Sebagian besar pengamat setuju bahwa lukisan itu kemungkinan disimpan di Timur Tengah, namun beberapa di antara mereka berspekulasi bahwa lukisan masyhur itu berada di zona bebas pajak di Jenewa, Swiss, atau bahkan di dalam kapal pesiar mewah senilai setengah miliar dolar milik sang putra mahkota.

Lukisan Yesus sebagai Juru Selamat Dunia yang didapuk sebagai lukisan terakhir Da Vinci itu mencetak rekor dalam lelang yang digelar oleh rumah lelang Christie's pada 2017, dengan nilai 450 juta dollar AS, atau setara Rp 6,4 triliun.

Baca juga: 10 Kutukan Paling Terkenal dan Kisahnya dari Kutukan Raja Tut hingga Lukisan Crying Boy

Wakil dari Pangeran Mohammad bin Salman (ya, pangeran yang dinyatakan sebagai dalang pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi oleh badan intelijen AS, CIA) mendapatkan lukisan tersebut dengan harga tertinggi.

Akan tetapi, banyak pakar seni yang memahami lukisan Leonardo da Vinci meragukan lukisan itu benar-benar karya sang maestro, dan keraguan itu semakin meningkat sejak saat itu.

Pakar restorasi karya seni, Dianne Modestini dalam sebuah adegan dari The Lost Leonardo, salah satu dari dua film dokumenter baru tentang Salvator Mundi.SONY PICTURES CLASSICS/ENTERTAINMENT PICTURES via BBC INDONESIA Pakar restorasi karya seni, Dianne Modestini dalam sebuah adegan dari The Lost Leonardo, salah satu dari dua film dokumenter baru tentang Salvator Mundi.
Terselubung dalam lapisan misteri dan intrik internasional, kisah lukisan Salvator Mundi adalah cerita yang tak berkesudahan dan menarik.

Kisahnya diangkat dalam dua film dokumenter baru, The Lost Leonardo dan Savior for Sale: Da Vinci's Lost Masterpiece?, yang diceritakan dengan penuh drama dan ketegangan layaknya cerita detektif.

Kedua dokumenter itu dirilis setelah buku The Last Leonardo karya Ben Lewis diterbitkan pada 2019.

Lukisan itu - yang dibuat sekitar tahun 1500 - hilang dari sejarah selama lebih dari 200 tahun, rusak dan dipugar dengan buruk, dijual berulang kali, serta dikenal sebagai karya dari asisten Leonardo.

Namun kini, Salvator Mundi dianggap menggambarkan gejolak uang, kekuasaan, dan geopolitik yang mendefinisikan dunia seni saat ini.

"Ketika kami memilih judulnya," kata Andreas Dalsgaard, produser dan penulis naskah dokumenter The Lost Leonardo, kepada BBC Culture, "inspirasinya sebagian karena lukisan itu dan kebenaran tentangnya saat ini hilang, tapi kami juga terinspirasi oleh film-film perburuan harta karun seperti Indiana Jones."

Perjalanan harta karun Leonardo ini menuju ketenaran dimulai ketika ia muncul di sebuah rumah lelang New Orleans yang tidak terkenal pada tahun 2005 dan dibeli oleh dua pedagang karya seni asal New York dengan nilai sangat rendah, 1.175 dollar AS, atau sekitar Rp 16,7 juta.

Mereka kemudian membawa lukisan itu ke Dianne Modestini, seorang pakar restorasi lukisan yang sangat disegani.

Modestini menghapus kotoran dan cat berlebihan yang sudah berusia puluhan tahun, dan merupakan orang pertama yang curiga lukisan itu mungkin memang karya Leonardo.

Pakar restorasi karya seni, Dianne Modestini dalam sebuah adegan dari The Lost Leonardo, salah satu dari dua film dokumenter baru tentang Salvator Mundi.SONY PICTURES CLASSICS/ENTERTAINMENT PICTURES via BBC INDONESIA Pakar restorasi karya seni, Dianne Modestini dalam sebuah adegan dari The Lost Leonardo, salah satu dari dua film dokumenter baru tentang Salvator Mundi.
Dengan narasinya yang ramping dan beragam suara, mulai dari pedagang karya seni, sejarawan seni, hingga jurnalis investigasi, The Lost Leonardo adalah yang terbaik dari kedua film dokumenter tersebut, dan sangat diuntungkan dengan menggunakan Modestini sebagai karakter utamanya.

Perempuan itu menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk merestorasi Salvator Mundi, dan dengan penuh semangat mempertahankan keasliannya dengan detail yang tepat, menunjukkan pentimento di bawah ibu jari Kristus atau lekukan mulutnya yang hanya bisa dimiliki oleh Leonardo.

Akan tetapi, banyak pakar berpikir ia melakukan restorasi berlebihan yang drastis.

Dalam film tersebut, sejarawan seni Frank Zoellner, yang telah menyusun katalog lukisan Leonardo, dengan kecut menyebut Salvator Mundi "sebuah mahakarya oleh Dianne Modestini," yang membuatnya "lebih bergaya Leonardo daripada yang dilakukan Leonardo."

Sementara itu, Modestini telah mendokumentasikan karyanya dan studi ilmiah tentang lukisan itu, dan menerbitkannya secara online.

Kebanyakan pakar saat ini setuju bahwa lukisan itu mungkin diproduksi oleh asisten di studio Leonardo, kemudian ia menambahkan beberapa sentuhan akhir - sebuah praktik yang umum dilakukan.

Namun, ketikdakpastian adalah kunci dari daya tarik setiap versi cerita, seperti yang dikatakan Lewis kepada BBC Culture: "Tidak ada yang tahu apakah itu (karya) Leonardo, jadi Anda juga bisa memainkan permainannya, Anda bisa membuat Da Vinci Code Anda sendiri di Salvator Mundi."

Lukisan Salvator Mundi karya Leonardo da Vinci dijual oleh rumah lelang Christie's pada 2017 dengan memecahkan rekor 450 juta dollar AS, atau lebih dari Rp 6 triliun.ILYA S SAVENOK/GETTY IMAGES FOR CHRISTIE'S AUCTION via BBC INDONESIA Lukisan Salvator Mundi karya Leonardo da Vinci dijual oleh rumah lelang Christie's pada 2017 dengan memecahkan rekor 450 juta dollar AS, atau lebih dari Rp 6 triliun.
Para kritikus seni juga tidak sepakat tentang kualitas lukisan ini.

Kritikus seni AS Jerry Saltz mencerca di The Lost Leonardo bahwa "(lukisan) itu bahkan bukan lukisan yang bagus", sementara mereka yang meyakini itu lukisan Leonardo mengatakan bahwa menyaksikannya secara langsung adalah pengalaman luar biasa. (Mungkin begitu, tetapi dalam film dan gambar yang direproduksi lainnya lukisan itu tampak lebih menjemukan).

Beberapa komentar yang paling membuka mata di kedua film bahkan bukan tentang seni.

Dalam The Lost Leonardo, Evan Beard, seorang eksekutif Bank of America yang berurusan dengan seni sebagai investasi, berbicara tentang motif pembeli karya seni pada umumnya adalah menggunakan karya tersebut sebagai jaminan untuk manuver keuangan lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com