Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengobatan untuk Ebola Ditemukan, Penemu Nyatakan Kemenangan Terhadap Virus

Kompas.com - 19/09/2021, 09:03 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

KINSHASA, KOMPAS.com - Profesor Kongo, Jean-Jacques Muyembe, yang pertama kali menemukan virus Ebola lebih dari 40 tahun yang lalu, menyatakan telah mengalahkan virus itu.

"Vaksin dan perawatan medis telah mengendalikan penyakit mematikan dan menakutkan itu," ujar Muyembe melansir AFP pada Jumar (17/9/2021).

Baca juga: Afrika Barat Hadapi Ancaman 3 Wabah Virus Sekaligus: Covid-19, Ebola, dan Marburg

Ahli virologi berusia 79 tahun itu berbicara pada sebuah upacara di ibu kota Republik Demokratik Kongo, Kinshasa, menandai masuknya obat "Ebanga" di pasaran, yang disetujui Desember lalu oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.

Bersama dengan perawatan klinis yang lebih efektif, ketersediaan vaksin berarti demam berdarah yang sangat menular yang pernah terbukti hampir selalu berakibat fatal, sekarang dapat ditanggulangi.

"Selama 40 tahun saya telah menjadi saksi dan pemain dalam perang melawan penyakit yang mengerikan dan mematikan ini dan saya dapat mengatakan hari ini: itu dikalahkan, dapat dicegah dan disembuhkan," kata Muyembe.

"Saya orang Kongo yang paling bahagia."

Ebanga, antibodi monoklonal manusia yang mencegah virus memasuki sel dan mengurangi risiko kematian, adalah "molekul Kongo", menurut ahli biologi AS Nancy Sullivan, yang telah melakukan penelitian di Amerika dengan Muyembe.

Baca juga: Kasus Penyakit Ebola Muncul Lagi di Pantai Gading Setelah 1994

Sampel dengan tangan kosong

Muyembe pertama kali menemukan virus pada 1976, sebagai ahli epidemiologi lapangan ketika ia dipanggil ke desa Yambuku di DRC utara, yang kemudian disebut Zaire.

Saat itu, penyakit misterius baru saja muncul. Dia mengambil sampel dari seorang biarawati yang sakit, mengirimkannya ke Belgia, di mana ahli mikrobiologi Peter Piot mengisolasi virus untuk pertama kalinya, dan awalnya secara luas disalah artikan sebagai orang yang "menemukan" penyakit itu.

Virus itu dinamai Ebola sesuai nama sebuah sungai di dekat Yambuku.

"Pada saat itu, saya mengambil sampel dengan tangan kosong, karena darah mengalir," kata Muyembe yang menggunakan sarung tangan, jas laboratorium, sepatu bot dan topi pelindung di laboratoriumnya, kepada AFP sebelum upacara.

Setelah 1976, penyakit ini tidak kembali sampai 1995 ketika epidemi "diare merah" meletus di Kikwit, sebuah kota berpenduduk 400.000 jiwa di DRC barat.

Baca juga: WHO Umumkan Berakhirnya Wabah Ebola Kedua di Guinea

Muyembe mencoba merawat delapan pasien dengan transfusi darah dari seseorang yang sedang dalam pemulihan. Tujuh selamat.

Penanganan itu memberinya ide untuk Ebanga, yang akhirnya diuji untuk pertama kalinya pada 2018.

"Di sini kita melakukan diagnosis," kata profesor di labnya. "Sangat penting di lapangan untuk mengetahui apakah seorang pasien mengidap Ebola."

Menurutnya, jika penyakit itu muncul, maka rantai penularannya harus diputus, dan vaksinasi semua yang ada di sekitar kasus positif, dan sementararawat mereka yang sakit..

“Jika wabah dinyatakan tepat waktu, itu bisa berakhir dalam seminggu (dengan Ebanga),” tambah ahli virologi, yang mengepalai Lembaga Penelitian Biomedis Nasional DRC dan juga mengoordinasikan perang melawan Covid-19 di negara itu.

Sejak muncul, Ebola telah menewaskan lebih dari 15.000 orang. Gejala utama adalah suhu, muntah, pendarahan dan diare.

Epidemi terbesar melanda Afrika Barat antara 2013 dan 2016, menewaskan 11.000 orang. Sementara itu, DRC mengalami epidemi Ebola ke-12 tahun ini, yang berlangsung selama tiga bulan.

Baca juga: Vaksin Ebola 11.000 Dosis Segera Didatangkan ke Guinea Setelah Jatuh Korban Lagi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com