Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Perjanjian Pertahanan AS, Inggris, dan Australia Membuat Marah Kawan dan Lawan

Kompas.com - 17/09/2021, 18:01 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber BBC

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Keputusan AS, Inggris, dan Australia membuat persekutuan trilateral ternyata membuat baik kawan maupun lawannya gusar.

Pada Rabu (15/9/2021), Presiden Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan PM Australia Scott Morrison mengumumkan terbentuknya Aukus.

Dengan keberadaan pakta itu, maka Washington dan London bisa memberikan teknologi pembangunan kapal selam nuklir kepada "Negeri Panda".

Baca juga: Australia Akan Bangun 8 Kapal Selam Nuklir, Ini Sikap Pemerintah Indonesia

Meski tidak menyebut China terang-terangan, ketiga negara tersebut menyatakan mereka berusaha membangun stabilitas di Laut China Selatan.

Kepada parlemen, Johnson menjelaskan persekutuan trilateral itu tidak dimaksudkan untuk memprovokasi Beijing.

Tetapi, banyak kalangan mengkhawatirkan persekutuan itu hanya akan membuat mereka terlibat konflik dengan "Negeri Panda".

Pendahulu Johnson, Theresa May, termasuk salah satu yang menyuarakan implikasi pakta itu akan menyeret London ke dalam perang.

Johnson menjawab, tugas utama mereka adalah tetap menegakkan aturan internasional, dan memberi sikap baik kepada sekutu maupun lawan.

Beijing merespons dengan menuding ketiga negara Barat tersebut sudah menerapkan mental Perang Dingin, yang bisa berdampak ke perlombaan senjata.

Baca juga: Kapal Selam Bertenaga Nuklir Jadi Prioritas Tangkal China di Indo-Pasifik

Bahkan, media pemerintah Global Times sudah mengancam Australia "akan jadi yang pertama mati" jika mereka memberi serangan balik.

Kawan pun berang

Tidak hanya China yang kecewa dengan keberadaan Aukus. Perancis yang merupakan sekutu tradisional AS dan Inggris juga mengungkapkan kemarahannya.

Menteri Luar Negeri Jean-Yves Le Drian menyebut kesepakatan tersebut sebagai bentuk "menikam mereka dari belakang".

Sebab dengan pakta Aukus, "Negeri Kanguru" bisa membatalkan proyek pembangunan kapal selam senilai 50 miliar dollar AS (Rp 711,3 triliun).

Le Drian mengecam dengan menyebut perjanjian itu brutal, sepihak, dan tak dapat diprediksi persis seperti pendahulu Biden, Donald Trump.

Baca juga: AS dan Inggris Bantu Australia Buat Kapal Selam Nuklir, China Kecewa

Karena itu sebagai balasan, diplomat "Negeri Anggur" menolak hadir dalam jamuan makan malam untuk merayakan relasi bilateral.

"Ini jelas momen terendah kedua negara," kata mantan duta besar Perancis untuk AS Gerard Araud kepada BBC's World Tonight.

Araud menjelaskan, Washington tahu betapa pentingnya kontrak senjata tersebut bagi Paris. "Tapi mereka tidak peduli," keluhnya.

Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki jelas membantah tudingan yang dilayangkan Paris. Dia berkilah ada banyak perjanjian Perancis yang tidak mengikutkan AS.

"Ada kemitraan yang tentu melibatkan Perancis, ada yang tidak. Seperti itulah cara kerja diplomasi global," paparnya.

Baca juga: Bantu Australia Bangun Kapal Selam Bertenaga Nuklir, AS: Tak Cari Konflik dengan China

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Rangkuman Hari Ke-764 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Desak Mike Johnson | Rusia Klaim Punya Bukti Ukraina Terlibat Penembakan Konser

Global
Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Mahasiswi Indonesia di Jerman Meninggal Dunia dalam Kecelakaan Bus 

Global
Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Pejabat AS Sedang Debatkan Kentang Termasuk Sayuran atau Bukan

Global
Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Kekerasan Geng di Haiti Tewaskan 1.500 Orang dalam 3 Bulan

Global
Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Bus Terjun ke Jurang di Afrika Selatan, 45 Orang Tewas, Hanya Gadis 8 Tahun yang Selamat

Global
Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Rusia Klaim Punya Bukti Pelaku Penembakan Konser Moskwa Terkait dengan Ukraina

Global
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Pastikan Bantuan Kemanusiaan Sampai Gaza 

Global
[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

[POPULER GLOBAL] Korban Suplemen di Jepang Bertambah | Padmarajan 238 Kali Kalah di Pemilu

Global
Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Atas Usul Indonesia, UNESCO Akui Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Besar Keagamaan

Global
Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Global
Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Global
WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

WHO Soroti Peningkatan Cyberbullying, Pengaruhi 1 dari 6 Anak Sekolah

Global
TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

TikTok Larang Influencer Australia Promosikan Produk Kantong Nikotin

Global
Otoritas Palestina Umumkan Kabinet Baru, Respons Seruan Reformasi

Otoritas Palestina Umumkan Kabinet Baru, Respons Seruan Reformasi

Global
Kisah Kota Emas Gordion di Turkiye dan Legenda Raja Midas

Kisah Kota Emas Gordion di Turkiye dan Legenda Raja Midas

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com