BBC bertemu dengan Haji Hekmat, pemimpin Taliban tersohor di daerah itu. "Anda mungkin membawa rasa aman di sini. Tapi para kritikus mengatakan Anda membunuh budaya di sini," kata BBC kepadanya.
"Tidak," jawabnya dengan tegas, "Pengaruh Barat sudah ada di sini selama 20 tahun terakhir Pemerintahan Afghanistan telah berpindah-pindah dari satu tangan asing ke yang lainnya, selama 40 tahun. Kami telah kehilangan tradisi dan nilai-nilai kami sendiri. Kami akan membawa kebudayaan kami hidup kembali."
Menurut pemahamannya terkait Islam, laki-laki dan perempuan dilarang berbaur.
Baca juga: Pakistan Minta Dunia Terlibat dengan Afghanistan yang Dipimpin Taliban
Haji Hekmat nampaknya benar-benar yakin Taliban mendapat dukungan dari warga. Namun, di luar pengetahuannya, seorang pengunjung perempuan berbisik kepada BBC, "Mereka itu bukan orang yang baik."
Walau penafsiran Taliban terhadap Islam mungkin tidak terlalu berbenturan dengan beragam nilai di desa-desa yang menjalankan kehidupan sosial secara konservatif, tapi di kota-kota besar Afghanistan, banyak yang masih menaruh curiga terhadap kelompok ini.
Haji Hekmat menempatkan pandangan ini sebagai hasil "propaganda" bertahun-tahun. Tapi rangkaian bom bunuh diri dan pembunuhan yang ditargetkan di perkotaan jelas punya kontribusi.
Saat BBC meninggalkan Masjid Biru, BBC melihat kerumunan besar nan riuh di jalan utama. Kami pun tertarik menghampirinya.
Sebanyak empat jenazah dengan luka tembak, sedang ditonton. Pada salah satu mayat terdapat tulisan tangan di atasnya yang menggambarkan pria-pria ini adalah penculik -- catatan itu menjadi peringatan pada penjahat lainnya, bahwa mereka akan bernasib sama.
Terlepas dari bau busuk mayat di bawah sinar matahari, kerumunan orang tersebut mengabadikan mayat-mayat itu dengan kamera. Mereka saling dorong, berusaha untuk melihat keempat jenazah lebih dekat.
Aksi kejahatan yang disertai kekerasan sudah lama menjadi masalah utama di kota-kota besar Afghanistan. Hukuman instan yang dijatuhkan Taliban kepada para terduga penjahat membuat Taliban mendapat pujian karena dianggap mampu menyelesaikan persoalan keamanan.
Seorang yang berkerumun mengatakan kepada BBC, "Jika mereka adalah penculik, ini merupakan hal yang bagus. Ini akan menjadi pelajaran bagi yang lainnya.
Tapi banyak juga orang-orang lainnya di kota ini yang merasa tidak aman. Mahasiswa hukum bernama Farzana mengatakan kepada BBC, "Setiap kali saya keluar rumah, dan saya melihat Taliban, saya gemetar ketakutan."
Kampus swasta yang menjadi tempat pendidikan bagi Farzana tetap buka, tapi kampus yang dikelola oleh pemerintah, masih ditutup sampai saat ini.
Baca juga: Milisi Taliban Kirim Pesan ke Negara-negara Barat: Kembalilah dengan Uang, Bukan Senjata
Di bawah kekuasaan Taliban, mahasiwa laki-laki dan perempuan yang belajar dalam satu kelas, harus dipisahkan dengan tirai.
Bagi Farzana, itu bukanlah masalah prioritas. Yang menjadi keprihatinannya adalah Taliban kemungkinan tak membiarkan perempuan untuk bekerja - sesuatu yang dibantah oleh kelompok ini.