KOMPAS.com - Lambang swastika selalu identik dengan Nazi, partai bengis yang dipimpin Adolf Hitler, yang dikenal karena tindakan holocaust-nya.
Karena itulah, swastika lantas berubah jadi simbol menyeramkan--bahkan terlarang.
Dewasa ini, simbol Nazi, termasuk bendera swastika, dilarang di sejumlah negara, termasuk di Jerman.
Tapi, benarkah swastika benar-benar semenyeramkan itu?
Baca juga: Muncul Coretan Swastika Nazi di Lift Kemenlu AS, Isu Keamanan Mengemuka
Dilanir Holocaust Encyclopedia, swastika adalah simbol kuno yang digunakan di berbagai budaya selama sedikitnya 5.000 tahun.
Ini dilakukan jauh sebelum Hitler menjadikannya sebagai hiasan tengah bendera Nazi.
Hal ini membuat penggunaannya oleh kelompok ekstrem tertentu saat ini, seolah sarat dengan tujuan menyebarkan kebencian.
Padahal, swastika sejak lama digunakan sebagai simbol kesejahteraan di masyarakat kuno, termasuk di India, Tiongkok, Afrika, penduduk asli Amerika, dan Eropa.
Baca juga: Pasang Bendera Swastika di Rumahnya, Pria Berusia 55 Tahun Ditahan
Swastika memiliki sejarah yang panjang.
Kata swastika berasal dari bahasa Sanskerta svastika, yang berarti “keberuntungan” atau “kesejahteraan".
Motif salib tertekuk swastika, telah digunakan pertama kali di Eurasia pada zaman Neolitikum, yang menunjukkan pergerakan matahari di langit.
Hingga hari ini swastika masih merupakan simbol sakral bagi agama Hindu, Buddha, Jainisme, dan Odinisme.
Simbol ini lazim ditemukan di kuil atau rumah-rumah di India atau Indonesia.
Swastika juga memiliki sejarah kuno di Eropa, yang tampak pada artefak-artefak dari budaya Eropa sebelum masuknya agama Kristen.
Simbol ini kembali muncul pada akhir abad ke-19, setelah kegiatan arkeologi yang ekstensif seperti yang dilakukan oleh arkeolog terkenal Heinrich Schliemann.
Schliemann menemukan salib tertekuk di situs Troya kuno. Ia menghubungkannya dengan bentuk serupa yang ditemukan pada tembikar di Jerman dan beranggapan bahwa itu adalah "simbol agama yang penting dari leluhur zaman dahulu kala".